Belenggu Hitam Putih -

Belenggu Hitam Putih


maulanayusuf.com

lpmindustria.com - Kala itu senja terasa menusuk ke dalam tulang rusukku, udara sejuk berubah menjadi dingin yang membuatku meringkuk di kamar. Perasaan gundah dalam hatiku saat akan memasuki hari yang sangat berarti dalam hidupku. “Tok… tok… tok…” dibuat kaget aku dengan ketukan pintu yang ternyata ibuku, “Ira, kamu sudah makan nak?” tanya ibu dengan lembutnya. “Belum Bu, aku tidak lapar” jawabku, sore itu makan pun aku sudah tidak nafsu karna perasaan gundah yang aku rasakan, tapi karena ibu sudah memasak untukku aku harus menghargai itu.

Dalam makan, aku bergumam “Bagaimana aku bisa juara kalau persiapanku hanya sebatas ini, sedangkan aku yakin peserta yang lain lebih baik dariku”. Aku merasa bahwa persiapan lomba olimpiade sains esok aku tertinggal jauh. Juara bukan menjadi target utamaku lagi tapi sekedar memberikan yang terbaik demi nama sekolah sudah cukup bagiku. Lomba tingkat nasional seperti ini baru aku ikuti sekali, aku tidak pernah merasa setakut ini biasanya saat aku lomba di tingkat daerah aku selalu yakin dan siap.

Hari yang membuatku gundah semalam suntuk akhirnya pun tiba aku melihat anak-anak dari daerah lain dengan pembawaan yang tenang. Sedangkan diriku masih berkutat dengan ketidak siapan diriku untuk menghadapi lomba ini. “Nak ayah sudah bangga kamu sudah bisa sampai sejauh ini, selalu ingat bagaimana perjuanganmu untuk sampai disini. Berikan yang terbaik untuk dirimu, lakukan dengan semua kemampuan yang kamu miliki” kata ayah sebelum aku memasuki tempat lomba. “Baik yah doakan saja aku supaya bisa memberikan yang terbaik”, seraya pamit berangkat ke tempat lomba.

“Apakah hasilku maksimal? Aku merasa tidak yakin dengan apa yang telah aku kerjakan tadi. Aku merasa sangat gugup dalam mengisi soal tadi.” Dalam hati aku bergumam. Aku harus menunggu satu bulan lagi untuk mengetahui hasil dari lomba ini jika aku juara aku akan mendapat beasiswa kuliah di universitas favorit yang aku impikan. Aku sangat ingin kuliah disana dengan segudang prestasi yang dimiliki oleh universitas itu.

Hari dimana pengumuman lombaku pun tiba aku merasa sangat tidak yakin dengan hasilnya, tapi aku tetap berdoa mendapat hasil yang maksimal. “Dan juara pertama jatuh kepada Ira dari SMA Budi Pekerti, dengan peraih nilai tertinggi dalam lomba ini dan berhak mendapatkan beasiswa penuh” kata panitia mengumumkan. Perasaanku tidak karuan mendengar pengumuman itu aku merasa terharu dan bahagia hingga tidak kuat menahan air mataku. Dengan masih tidak percaya aku maju untuk menerima penghargaan dari lomba ini. Aku tidak percaya aku bisa juara dan bisa kuliah di universitas impianku itu.

Tak terasa aku sudah memasuki hari pertama aku mengikuti orientasi kampus untuk mengenal lebih dalam kampus baruku ini. Aku merasa senang bisa menjadi bagian dari kampus ini yang sejak SMA memang aku sangat impikan untuk bisa berkuliah disini. “Ayo cepat jalannya jangan lama kalian ini bukan model yang sedang mengikuti fashion show, ayo cepat acaranya sudah mau dimulai” bentak pria yang mengenakan almamater kampus ini. Sontak aku merasa kaget mendengar bentakan dari seorang yang ternyata salah satu panitia pelaksana orientasi kampus ini.

Awalnya aku berfikir bahwa orientasi kampus ini akan berjalan menyenangkan, namun ternyata dugaanku salah orientasi ini dijadikan ajang mereka yang lebih dulu masuk kampus ini menunjukan kehebatan. Kehebatan dengan mencaci dan mengintimidasi aku dan teman-teman lain yang baru masuk kampus ini. “Apakah karna aku dan yang lain tidak memakai almamater seperti mereka sehingga aku diperlakukan seperti ini? Apa memang segudang prestasi kampus ini didapat dengan cara seperti ini?” tanyaku dalam hati.

Memasuki hari keduaku mengikuti orientasi kampus ini aku mencoba tetap tenang menghadapi rangkaian acara dan mencoba tetap mengikuti apa yang diinstruksikan mereka. Namun lagi-lagi aku merasa seperti orang asing di kampus ini saat aku dan temanku Rani membeli sebuah makanan di kantin kampus ini. Aku memang orang yang sangat humoris, jadi saat kami bercengkrama aku tidak sengaja tertawa lepas dan membuat disekitarku melihat ke arahku. Mereka melihatku dengan sangat sinis dan seakan aku bukan bagian dari mereka yang merupakan mahasiswa kampus ini juga sama sepertiku.

“Lagi-lagi apakah seragam hitam putih ini membuatku berbeda dengan mereka yang berpakaian santai dan rapi? Apakah karna aku yang baru disini aku menjadi sangat seperti orang asing?” aku bertanya-tanya dalam hati. Saat dulu aku berkompetisi dan berjuang untuk meraih impian tapi sekarang seoalah semua dapat didapat dengan hanya perbedaan yang dikenakan. Prestasiku dan impianku seakan tidak berguna saat aku merasa kalah karena perbedaan yang mereka kenakan dengan apa yang aku kenakan.

 

Muhammad Aulia Irfan

Tag:      |  


BERITA TERKAIT

TULIS KOMENTAR

Top