lpmindustria.com - I-nose c-19 merupakan alat pendeteksi Covid-19 pertama di dunia dalam memanfaatkan bau keringat ketiak dan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan teknologi screening Covid-19 lainnya. Alat ini siap di uji coba di RSI Jemursari.
Beberapa waktu lalu, para guru besar dari Institut Sepuluh November (ITS) berinovasi mengembangkan alat pendeteksi Covid-19 melalui bau keringat ketiak (axillary sweat odor) yang dinamakan i-nose c-19. Disampaikan dalam laman its.ac.id bahwa pengembangan alat tersebut turut dibantu oleh para tim pengembangan perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan dan dipimpin langsung oleh guru besar ITS yaitu Prof. Drs. Ec. Ir. Riyanarto Sarno, M.Sc., Ph.D.
Salah satu kelebihan yang dimiliki oleh alat ini adalah sampling dan prosesnya berada dalam satu alat, sehingga pengguna dapat langsung melihat hasilnya. “I-nose c-19 dilengkapi fitur Near-Field Communication (NFC), sehingga pengisian data cukup dengan menempelkan e-KTP pada alat deteksi cepat Covid-19 ini,” jelas Guru besar ITS yang kerap disapa Riyan.
Dilansir dari laman Kompas.com, ia menyampaikan bahwa cara kerja dari i-nose C-19 ini dengan mengambil sampel bau keringat ketiak, yang diproses menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligent). “ Keringat ketiak adalah non infeksius yang berarti limbah maupun udara buangan i-nose c-19 tidak mengandung virus Covid-19,” jelas Riyan.
Alat tersebut melakukan pendeteksian terhadap bau Volatile Organic Compound (VOC) yang terdapat dalam keringat ketiak, lalu proses pengambilan sampelnya dilakukan dengan menghisap bau keringat melalui selang kecil. Kemudian, disalurkan ke deretan sensor (sensor array) pada i-nose c-19, yang nantinya gas berbau tersebut diubah menjadi sinyal listrik dan diolah menggunakan kecerdasan buatan.
Selanjutnya dikutip dari Republika.co.id, Riyan mengatakan jika tingkat keakurasian i-nose c-19 diklaim bisa mencapai 91 persen. “Akurasinya sebesar 91 persen. Jika akurasinya 93 persen bisa mengajukan izin edar ke Kemenkes,” jelasnya. Dalam Tempo.co, ia menargetkan adanya peningkatan akurasi mencapai 93 persen dengan melakukan uji diagnostik sebanyak 2.500 sampel data.
Akan tetapi, Dr. Bangun Trapsila Purwaka selaku Direktur Umum Rumah Sakit Islam (RSI) Jemursari mengatakan bahwa alat ini belum bisa digunakan secara massal hingga melewati uji klinis selama tujuh hari ke depan. “Belum digunakan secara massal. Kita akan uji kelayakan dulu, mungkin minggu depan,” ujarnya
Lebih lanjut, Riyan mengucapkan jika uji kelayakan i-nose C-19 sudah terpenuhi maka akan diajukan untuk izin edarnya. “Targetnya, izin edarnya sudah dikantongi pada September 2021,” katanya.
Menurut Prof. Muhammad Nuh selaku Kepala Yayasan RSI Jemursari pada laman Republika.co.id, alat ini cukup ramah dikantong, sehingga inovasi ini diharapkan menjadi terobosan baru di tengah kondisi pandemi Covid-19 ini. “Biaya kurang lebih sepuluh ribu rupiah. Sebelum ke PCR bisa pakai alat ini, PCR positif, nanti dipelajari. Sehingga, ada learning process,” tuturnya.
Dilansir pada laman its.ac.id, RSI Jemursari memberikan tanggapan positif terkait adanya i-nose C-19 ini. “RSI beruntung bisa diikutsertakan dalam penelitian ini. Ke depannya diharapkan bisa dijadikan tools karena murah dan cepat,” tutupnya.
Penulis : Ihsan Ali
Editor : Silvia Andini