lpmindustria.com - Rambu larangan penggunaan ponsel kerap kali dijumpai oleh masyarakat saat hendak mengisi bahan bakar. Larangan ini biasanya akan dikaitkan menjadi penyebab kebakaran di SPBU, namun ternyata hal tersebut adalah keliru.
Larangan penggunaan ponsel saat pengisian bahan bakar bukan hal yang asing bagi masyarakat. Dilansir dari Tirto.id bahwa Ismail selaku Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI), Kemkominfo mengatakan bahwa larangan tersebut bukan tanpa alasan. “Hal tersebut dilarang karena sinyal frekuensi radio dapat memicu atau memantik api yang berpotensi menimbulkan kebakaran,” ungkap Ismail yang dikutip dari Antaranews.com.
Namun, pernyataan tersebut disangkal oleh Yuyu Wahyu selaku Peneliti dari Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI melalui laman Kompas.com. Ia menyatakan bahwa sinyal dari Base Tranceiver Station (BTS) yang ditransmisikan ke ponsel memiliki level yang kecil, sekitar -90 decibel-milliwatts (dBm). Maka, sinyal itu tidak akan menimbulkan api. Jikalau pun timbul api mungkin saja berasal dari baterai yang sambungannya tidak bagus. Jadi, penggunaan ponsel di area SPBU tetap aman. Yuyu juga menambahkan bahwa kemungkinan ponsel menjadi penyebab kebakaran belum terbukti di dalam penelitian mana pun.
Terkait dengan hal tersebut, Harry Arjadi selaku peneliti utama Electromagnetic Design Pusat Penelitian Sistem Mutu Teknologi Pengujian LIPI menjelaskan alasan sebenarnya pelarangan tersebut. “Kerugian sebenarnya ada pada konsumen pengguna telepon selular itu sendiri. Sebenarnya, larangan tersebut ditujukan untuk melindungi akurasi takaran mesin elektrik pompa Bahan Bakar Minyak (BBM)," ungkapnya melalui artikel lipi.go.id.
Menurut Harry, gelombang yang ditimbulkan dari ponsel tersebut terlampau besar, sehingga kinerja mesin elektrik pompa BBM akan terganggu dan menyebabkan terjadinya kesalahan takaran BBM. "Misalnya, jika dipencet tombol perintah mengeluarkan jenis bensin sepuluh liter yang keluar hanya satu liter atau malah sebaliknya," ujar Harry.
Seperti yang dikatakan Harry, hal tersebut akan memberikan dampak bagi konsumen dan pihak SPBU. Apabila takaran kurang dari harga yang dibayar akan merugikan konsumen. Begitu juga sebaliknya, takaran lebih dari harga yang dibayar maka akan merugikan pihak SPBU.
Harry juga menganjurkan agar adanya uji Electromagnetic Compatibility (EMC) terlebih dahulu. Hal tersebut dilakukan untuk menguji apakah suatu produk teknologi mampu beroperasi normal dan aman bagi penggunanya baik dari segi ambang batas gelombang elektromagnetik yang keluar maupun pelindung dari gelombang elektromagnetik luar.
Penulis : Hawari Rahmadito
Editor : Silvia Andini