lpmindustria.com - Teknologi deepfake sering kali dimanfaatkan dalam dunia perfilman dan gim. Namun ternyata, hal ini juga sering disalahgunakan, sehingga dapat menimbulkan ancaman, salah satunya aksi pornografi.
Dilansir dari jurnal berjudul “Penyalahgunaan Teknologi Deepfake: Mengapa Aktor Negara perlu Bergerak Aktif dalam Komunitas Keamanan Sebagai Penanganannya?”, deepfake berasal dari kata “deep” dan “fakes”. Ini adalah teknologi untuk memanipulasi audio maupun gambar melalui kecerdasan buatan, sehingga menghasilkan video dan gambar palsu.
Mengutip dari Liputan6.com, teknologi ini juga mengatur pergerakan wajah dan mimik muka, sehingga terlihat natural. Dalam jurnal sebelumnya tertulis bahwa kemudahan akses teknologi membuat deepfake disalahgunakan untuk kepentingan politik, penipuan, hingga pornografi.
Sebagaimana yang dilansir dari laman Liputan6.com, masalah teknologi dan pornografi di Korea Selatan kini tengah menjadi wacana serius. Terutama penyalahgunaan deepfake ini kerap meyasar kepada para artis di sana. Diwartakan oleh Yonhap News Agency, seorang warganet membuat petisi online. Petisi tersebut menuntut hukuman yang lebih berat kepada situs yang menayangkan video syur deepfake serta orang yang mengunduh video tersebut.
"Video yang menampilkan selebriti wanita tersebut didistribusikan di berbagai layanan jejaring sosial, dan (mereka) disiksa dengan komentar jahat yang bersifat melecehkan dan menghina secara seksual,” ungkap seorang pembuat petisi anonim. Ia pun juga menyebutkan bahwa keberadaan konten syur seperti ini dapat membuat para artis wanita rentan dengan predator seksual, terlebih lagi untuk para artis yang masih di bawah umur.
Dalam situs berita yang sama pun disampaikan bahwa laporan dari perusahaan keamanan siber Amsterdam, Sensity, menyebutkan bahwa 96 persen video deepfake yang beredar di dunia maya adalah konten pornografi. Adapun yang menjadi target tersebut 100 persen adalah wanita serta 99 persen adalah penyanyi atau aktris. Lanjutnya, sebesar 25 persen di antara sosok yang ditampilkan dalam video merupakan penyanyi K-Pop. "Sosok urutan kedua dan ketiga individu yang paling sering menjadi target dan juga yang paling sering dilihat adalah penyanyi K-Pop dari Korea," tambahnya.
Dikutip dari laman Liputan6.com, wacana ini mengemuka tak berapa lama setelah seorang artis K-Pop bernama Nancy Momoland, menjadi korban penyebaran konten syur hasil rekayasa. Ia sempat difoto secara diam-diam saat berganti pakaian, hasil jepretannya lantas diedit dan disebar ke media sosial. Dilansir dari Okezone.com, MLD Entertainment juga menambahkan agar warganet berhenti untuk melontarkan komentar jahat terhadap idol berdarah Korea-Amerika Serikat itu karena berimbas pada mental Nancy.
Dengan demikian, pemerhati keamanan siber yang juga staf Engagement and Learning Specialist di Engage Media, Yerry Niko Borang menyebutkan bahwa teknologi deepfake akan sangat berbahaya. Menurutnya, salah satu yang menjadi kekhawatiran adalah potensi teknologi itu disalahgunakan untuk memproduksi konten-konten hoaks. "Konsekuensinya akan tidak terbayangkan jika deepfake dipakai untuk menyebarkan hoaks. Bayangkan jika presiden berpidato menyatakan perang baru dengan suatu negara. Video begini sudah bisa dibuat saat ini," tutur Yerry pada laman Kompas.com.
Dilansir dari jurnal berjudul “Perlindungan Hukum terhadap Korban Penyalahgunaan Data Pribadi: Penggunaan Teknik Deepfake”, upaya untuk mencegah hadirnya video manipulasi dengan teknik deepfake dapat dilakukan dengan membatasi publikasi dokumentasi pribadi baik dalam bentuk foto maupun video secara berlebihan. Apabila data tersebut telah terpublikasi, langkah yang dapat dilakukan adalah melakukan proses seleksi data, sehingga informasi terkait dokumentasi diri seseorang tidak tersedia secara berlebihan.
Penulis: Siti Nina Ismayanti
Editor: Ela Auliyana