lpmindustria.com - Pemerintah telah mengeluarkan aturan terkait pengadaan peralatan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK) yang memilih Chrome OS sebagai sistem operasinya. Sistem operasi buatan Google ini sendiri pun memiliki kelebihan dan juga kekurangan.
Dikutip dari jdih.kemendikbud.go.id, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 5 Tahun 2021 yang mengatur tentang pengadaan peralatan TIK. Didalamnya telah dicantumkan spesifikasi minimal laptop yang digadang-gadang mendorong program Kemendikbud dalam digitalisasi sekolah. Salah satunya adalah prosesor 2 core dengan kecepatan 1,1 Gigahertz (Ghz) dan 1 M cache. Spesifikasi lainnya antara lain memori 4 Gigabyte (Gb) DDR4, tipe grafis High Definition (HD) Integrated, penyimpanan sebesar 32 Gb, dan sistem operasi Chrome OS. Lalu, manajemen perangkatnya teraktivasi dengan Chrome Education Upgrade (harus diaktivasi setelah penyedia ditetapkan menjadi pemenang).
Disebutkan sebelumnya bahwa sistem operasi yang akan digunakan adalah Chrome OS. Dikutip dari kanal Youtube itGenius - Google Workspace Experts, Chrome OS adalah sistem operasi berbasis Linux yang dirancang oleh Google sebagai sistem operasi yang aman dan dapat terintegrasi dengan semua produknya. “Jadi, Anda akan menggunakan alamat e-mail Google untuk masuk. Lalu, Anda juga akan menggunakan akun Google untuk menyimpan semua data,” jelas Peter Moriarty selaku pendiri itGenius. Ia menambahkan sistem operasi tersebut akan menghubungkan semua layanan Google dan mempermudah pekerjaan di dunia Google.
Hitori Achmad Fatchan selaku dosen pengampu mata kuliah Sistem Operasi di Politeknik STMI Jakarta juga menyatakan bahwasanya Chrome OS adalah duplikasi Ubuntu versi Google yang mirip seperti Android pada smartphone (baca: ponsel pintar), namun dalam versi Desktop. “Chrome OS itu memiliki Play Store dan dapat menerjemahkan prosesor Intel ke arsitektur Advanced RISC Machine (ARM) berupa aplikasi Android yang dapat menjalankan aplikasi android,” tutur Hitori. Dengan demikian, ia menyimpulkan bahwa Chrome OS pada dasarnya adalah sistem operasi yang di dalamnya terdapat Android.
Hitori menambahkan bahwa sistem operasi ini memiliki kelebihan jika disandingkan dengan sistem operasi yang mainstream (baca: umum), yaitu dapat menjalankan sistem operasi ini dengan cepat dengan laptop berspesifikasi minimum karena ia ringan. Tak hanya itu, Pete juga mengeklaim bahwasanya Chrome OS ini tidak ada virus, malware, ancaman CryptoLocker yang dapat menembus sistem karena telah dienkripsi oleh akun Google penggunanya.
Sayangnya, apabila disandingkan dengan kelebihan itu sendiri, menurut Hitori, Chrome OS memiliki kekurangan yaitu terbatasnya fitur yang ada pada sistem operasi ini dimana sulit bahkan tidak ada aplikasi profesional seperti produk lini Adobe versi Desktop yang di rilis dalam Chrome OS. Pete pun menyarankan agar para penggunanya mencoba mencari alternatif online maupun aplikasi Android.
Terkait dengan program Kemendikbud tersebut, Hitori berpendapat bahwa pemilihan sistem operasi tersebut sudah cukup bagi para pelajar. Dalam video milik itGenius juga disebutkan bahwa Chromebook, yaitu sebutan untuk laptop yang menggunakan Chrome OS, dapat digunakan pada lingkungan sekolah. “Jadi, Chrome OS itu cocok untuk pelajar dan pegawai yang lebih aktif di penulisan serta berkebutuhan internet. Dikarenakan jika menggunakan Windows justru mungkin akan dipakai untuk main gim atau yang tidak sesuai dengan tujuannya,” tambah Hitori.
Di sisi lain, Hitori berpendapat apabila pemilihan sistem operasi tidak disamaratakan untuk semua pelajar. “Chrome OS itu lebih untuk pemula atau user friendly. Untuk pelajar SD dan SMP mungkin bisa pakai itu. Namun untuk siswa SMA atau SMK lebih baik menggunakan Linux atau Ubuntu,” ucapnya. Terakhir, Hitori berharap agar pemerintah dapat memaksimalkan anggaran pada proyek baik Laptop Kemendikbud maupun Merah Putih dengan benar. “Jangan sampai belinya disalahgunakan. Sekarang sering kan belanja laptopnya Rp4 juta, jadi Rp5 juta atau Rp6 juta,” tutupnya.
Penulis: Ihsan Ali
Editor: Artha Julia