Seorang “Pengembara” yang Penuh Rindu -

Seorang “Pengembara” yang Penuh Rindu


maulanayusuf.com
Kembara Rindu/Lpm Industria/googlebooks

Identitas Buku

Judul               : Kembara Rindu

Pengarang      : Habiburrahman El-Shirazy

Penerbit          : Republika Penerbit, 2019

Tebal               : 272 halaman

Setelah Diana pulas, keharuan Ridho meledak. Mata pemuda itu berkaca-kaca. Ia menyadari dirinya sedang ada di dalam kereta, duduk disamping putri bungsu Kyainya. Ia baru saja meninggalkan pesantren. Ia dalam perjalanan pulang. Inilah hidup, tidak ada yang tetap selamanya. Ia tidak mungkin terus tinggal dipesantren jadi santri sepanjang hayatnya. Matahari terus berputar pada garis edarnya. Bumi berputar pada porosnya. Siang dan malam datang pergi bergantian. Ia teringat nasehat Simbah Kyai Nawir dalam salah satu pengajiannya.

“Santri-santriku, dalam pengembaraan mengarungi kehidupan dunia ini jadilah kalian orang-orang yang penuh rindu. Orang-orang yang rindu pulang. Jadilah seperti orang mengembara dan sangat rindu untuk segera bertemu keluarganya. Orang yang didera rindu untuk segera pulang, itu berbeda dengan orang yang tidak merasa rindu, meskipun sama-sama bepergian. Orang yang didera rasa rindu, tidak akan membuang-buang waktunya dijalan, ia ingin cepat-cepat sampai rumahnya. Sebab, ia ingin bertemu dengan orang-orang yang dicintainya. Sebaliknya, orang yang tidak merasa rindu, mungkin dia mampir di satu tempat dan berlama-lama di situ, jadinya banyak waktu yang terbuang sia-sia.

Di dunia ini kita seperti orang bepergian, orang yang megembara. Dunia ini bukan tujuan kita. Tujuan kita adalah Allah. Kita harus memiliki rasa rindu yang mendalam kepada Allah. Dan Allah akan membalas dengan kehangatan rindu dan ridha-Nya yang tiada bandingannya.”

Dalam novel ini, seorang santri bernama Ridho yang setelah lulus menjalani pendidikan di Pesantren Darul Falah yang diasuh oleh Simbah Kyai Nawir tetap berada disana karena ingin mengabdi kepada Simbah Kyai Nawir dan ia juga berjanji tidak akan pulang sebelum Kyai Nawir yang menyuruh Ridho pulang ke kampung halamannya di Way Meranti, Lampung.

Di kampung halamannya, Ridho mempunyai kakek nenek dan dua sepupu beda nenek, yaitu Syifa dan Lukman. Syifa dan Lukman adalah seorang yatim piatu sama sepertinya. Syifa yang tidak tega melihat Kakek Jirun sakit membantu Nenek Halimah dan Nenek Zumroh untuk berjualan mencari nafkah demi sesuap nasi. Ridho di Sidawangi tidak mengetahui keadaan keluarganya di Lampung dan tetap mengabdi kepada Kyai Nawir.

Lalu suatu ketika ia diminta untuk mengantar Diana, anak bungsu Kyai Nawir yang sedang menimba ilmu di Fakultas Kedokteran UNILA. Selama di Lampung, Diana tinggal di rumah Kyai Shobron, anak sulung Kyai Nawir yang juga pengasuh pondok pesantren di Bandar Lampung.

“Waktumu ngaji dan belajar di pesantren ini sudah khatam. Sudah saatnya kamu pulang ke Lampung. Keluarga dan masyarakatmu saat ini sangat memerlukan kehadiranmu. Berkemaslah, dan besok pulanglah ke Lampung! Tiket perjalanamu sudah diurus sama Najib.” (Hal 46).

Setelah mengantar Diana, Ridho melanjutkan perjalanan ke Way Meranti tempat tinggalnya bersama keluarganya. Di perjalanan ia berhenti sebentar di salah satu masjid untuk melakukan sholat maghrib, disana ia bertemu dengan seorang gadis bernama Lina. Gadis itu sedang beristirahat dan ingin melanjutkan perjalanannya, lalu Ridho menyarankan agar Lina lebih baik menginap di salah satu rumah warga karena Lina bepergian sendiri membawa mobil, Ridho takut akan ada bahaya dalam perjalanannya. Tadinya Lina tidak mau mendengar saran Ridho, namun setelah dipikir-pikir ia juga merasa lelah setelah perjalanannya dan memutuskan untuk menginap di rumah warga. Setelah pagi dating, Lina melanjutkan perjalanannya untuk pulang ke rumahnya di Bandar Lampung dan ia terkejut ketika ada kejadian begal semalam di jalan yang ia lewati untuk pulang ke rumah. Untungnya Lina mendengarkan saran dari Ridho.

Setelah Ridho sampai di Way Meranti, disana ia mulai mengurus kakek nenek dan dua sepupunya itu. Banyak yang terjadi di kampung halamannya tersebut yang tidak diketahui oleh Ridho sebab Kakek Jirun tidak memperbolehkan Syifa atau keluarganya menghubungi Ridho di pesantren, takut mengganggu belajarnya.

Mungkin untuk kisah selengkapnya kalian bisa membaca bukunya. Setelah buku pertama ini disambung ke buku kedua yang berjudul Suluh Rindu. Di buku kedua tersebut membahas tentang lanjutan permasalahan yang dialami oleh Syifa yaitu masalah tentang warisan.

Adapun kelebihan dari buku ini yaitu, bahasa yang digunakan mudah dipahami dan tidak bertele-tele sehingga pembaca tidak akan bosan dengan alur yang dibuat oleh penulis.

Dalam buku ini juga terdapat kekurangan, salah satunya masih terdapat kesalahan dalam penulisan dan ceritanya tidak selesai dan harus berlanjut ke buku kedua.

Penulis : Zharifah Tafidah

Editor : Ela Auliyana

Tag:      |  


BERITA TERKAIT

TULIS KOMENTAR

Top