lpmindustria.com - fast fashion dapat meningkatkan daya beli masyarakat, disisi lain dapat menyebabkan perilaku konsumtif.
Menurut Anggraini, seorang dosen di salah satu universitas di Kediri, menjelaskan bahwa fast fashion adalah kecepatan dari perkembangan sebuah fesyen. Fast fashion yaitu dengan cepat pabrik atau toko pakaian meluncurkan koleksi terbaru dan kemudian dijual dengan harga yang relatif murah sehingga dapat dibeli oleh masyarakat. “Fast fashion merupakan tren fesyen yang jangka waktunya cepat, biasanya tidak bertahan lama dan musiman,” menurut Fitri Fatimah saat diwawancarai melalui Zoom.
Fast fashion terjadi karena adanya pengaruh teknologi informasi. Anggraini menjelaskan “Informasi yang dapat diakses di mana dan kapan saja membuat masyarakat mudah mengikuti tren fesyen. Selain itu, adanya influencer atau artis yang pakaiannya sangat fashionable membuat masyarakat cenderung ingin mengikuti tren fesyen tersebut agar lebih up to date”. Masyarakat yang mengikuti tren fast fashion karena dipengaruhi oleh waktu dan tempat. “Ketika ingin pergi liburan, kita menyiapkan pakaian yang sesuai dengan tempat yang kita akan kunjungi. Misalnya aku berpergian ke tempat dingin, jadi aku membeli pakaian yang dapat meminimalisir dingin,” ujar Fitri Fatimah, sebagai konsumen yang mengikuti tren fast fashion.
Pengaruhi fast fashion terhadap pola konsumsi masyarakat dapat dilihat dari pendapatan yang mungkin bertambah atau memang harga barangnya yang relatif terjangaku dan selera masyarakat. Argarini berkata, “Selera masyarakat yang lagi ada di posisi itu. Mungkin gaya ibu-ibu juga tidak mengikuti tren, tapi karena trennya bagus mereka mengikuti tren fesyen tersebut”.
Menurut Argarini fast fashion berdampak positif dan negatif bagi masyarakat. “Kalau negatifnya kita lihat dari segi produksinya saja, karena fast fashion memproduksi lebih cepat pasti ada dampak yang terjadi dengan lingkungannya, baik udara, air atau tanah.” Selain itu fast fashion membuat masyarakat konsumtif, karena kita akan terus mengeluarkan uang hanya untuk terlihat fashionable dan up to date. Argarini menambahkan, “Dampak positif adanya fast fashion dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Jika daya beli masyarakat naik maka IPM (Indeks Pembangunan Manusia) juga akan naik”. Hal tersebut didukung data BPS, rata-rata daya beli masyarakat mengalami kenaikan 3,17% dan peningkatan IPM mengalami kenaikan sebesar 0,49% dibandingkan tahun sebelumnya.
Dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya fast fashion dapat dihilangkan dengan membuat pilihan. Hal tersebut didukung oleh perilaku masyarakat, “Biasanya ada yang aku simpan untuk dipakai sehari-hari ada juga yang aku jual kembali. Kalau yang aku jual lagi seperti jaket atau hoodie. Soalnya kalau disimpan nanti sayang takutnya kekecilan, sehingga lebih baik dijual kembali,” ungkap Fitri. Dalam membeli pakaian masyarakat dapat memisahkan antara kebutuhan dan keinginan sehingga dapat mengurangi perilaku konsumtif. Selain itu untuk meningkatkan daya beli masyarakat, Thrifting menjadi salah satu solusi untuk mencegah fast fashion, karena banyak orang yang mengikuti tren dengan baju yang baru dan sudah tidak mau dipakai lagi, kemudian dijual kembali. “Kalau merasa sudah cukup baju yang ada di lemari tidak apa-apa, tapi kalau misalkan ingin sekali membeli, coba beli di thrifting,” ujar Argaini.
Penulis: Sabina Putri Balgis