“Kira, kamu kebiasaan deh.”
“Kebiasaan apa deh mbak Hani?”
“Mata lu tuh mau copot, segitu wibawanya kah bang Kifli? Toh dari tadi sepanjang rapat evaluasi acara hari ini, ia hanya menasehati untuk kegiatan rohis tentang batasan tempat duduk laki laki dan perempuan nya dijaga, halah.. kesel gue kira”
“Tapi, ya baik toh.”
“iya sih.”
Kira hanya tersenyum melihat tingkah temannya, Hani. Kira membenarkan perkataan Hani, sejak tadi memang dirinya tak bisa berkata kata selain memuji pria yang berjarak lima ubin darinya. Kifli Rahmanto, seorang penasehat dalam organisasi Rohis. Kira jatuh hati padanya, mungkin karena wibawanya dan ketaatannya. Baginya, laki-laki dikatakan sukses jika hubungan nya dengan pemilik alam semesta dijaga baik-baik.
“Bang Kifli, memang harus sebegitu ketatnya yah menjaga jarak dengan lawan jenis, pegang tangannya aja gaboleh apa? dikit aja?” Celetuk Faisal, salah seorang anggota Rohis. Pertanyaan Faisal mengundang gelak tawa di sore hari. “Tentu dek, pegang dikit boleh kok asal nanti kuat aja saat ditusuk kepala mu dengan pasak dari besi,” jawabnya tegas.
“Oh ya adik adik, ane lihat ketua Rohis tidak datang hari ini? Kemana dia?” tanya bang Kifli pada forum. “Iya bang, dia tidak bisa hadir ada yang harus diurus,” sahut Faldo, selaku wakil ketua rohis. “Loh? bagaimana? Timbang menyempatkan hadir saja tidak bisa? Mentang-mentang penanggung jawabnya anggota baru ia tidak hadir? Seharusnya ia menjadi pengontrol hari ini,” ketus Kifli. “Tadi si ane pas beli kue melihat dia bang lagi naik motor, entah kemana,”jawab Hani. “Acara ini hanya tiga jam, dan ia tidak bisa menyempatkan? Tiga jam ini bisa jadi ladang kebaikan untuk kita teman teman. Dimana lagi tempat yang tepat untuk memanen kebaikan? Semoga Allah memudahkan nya,” sahut Kifli.
Kira menatap mata Kifli lekat-lekat, bola mata Kira hampir meledak mendengar jawaban Kifli. Kira tak percaya orang yang ia kagumi berani berburuk sangka seperti itu. Kira pun memberanikan diri melayangkan nasihat nya, “Bang, mengapa berburuk sangka terhadap sesama, tabayun bang?” tegas Kira. “Antum ko mengajari ane?” jawab Kifli. Jawaban bang Kifli membuat Kira menggelengkan kepala seraya mengucap istighfar. Aldi, selaku ketua plaksana menangkap sinyal dari suasana canggung, ia memutuskan menyudahkan rapat.
Rapat disudahkan, Kira memutuskan mengisi nutrisi di kantin. Kira menaruh makanannya di atas meja berwarna oranye, bergambar iklan teh botol sosro. Lalu ia melemparkan pandangannya ke lapangan sambil menyendok kuah soto milik bu Jum. Kuah nya sangat menggoda mata, taburan bawang goreng menghiasi mangkok cap ayam, ditambah jeruk nipis yang siap ia peras. Dibalik kenikmatan sore itu, Kira tak lupa terhadap yang maha memberi rezeki. Lantunan syukur menjadi pelengkap hidangannya. Namun, Kira masih memikirkan kejadian di Masjid tadi. ia menyayangkan sikap bang Kifli. Padahal ketua Rohis tidak hadir karena menjaga ibunya yang sedang sakit. Ia benar-benar patah hati. Ia tak habis pikir, bagaimana bisa hubungan Allah dijaga baik, namun hubungan terhadap sesama dibiarkan hancur berantakan.
Linda Rohmatasari