lpmindustria.com - Penyandang disabilitas di Indonesia jumlahnya tidak sedikit. Namun, banyak masyarakat yang masih tidak peduli dan tidak paham mengenai cara berinteraksi dan berkomunikasi dengan para difabel. Komunitas pandulisane hadir untuk memberi edukasi tentang hal itu.
Menurut Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) dari Kementrian Sosial, jumlah penyandang disabilitas mencapai 11 juta orang di tahun 2010. Sementara itu, data Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015 menunjukkan sebanyak 8,56 persen penduduk Indonesia adalah penyandang disabilitas. Jumlah penyandang disabilitas yang banyak ini mengharuskan masyarakat untuk ikut andil dalam mempelajari perlakuan dan penanganan khusus terhadap disabilitas. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan Komunitas Pandulisane didirikan.
Berdirinya Komunitas Pandulisane berawal dari kesalahan yang dilakukan Pandu Wicaksono selaku Founder Komunitas Pandulisane saat menjadi seorang Master of Ceremonies (MC) di salah satu acara. Melalui kesalahan tersebut, muncullah ide untuk membentuk komunitas ini pada bulan Mei 2018. “Waktu itu saya membuat kesalahan pada saat menjadi MC di salah satu acara. Saat itu, saya memberikan tepuk tangan kepada teman-teman penyandang disabilitas tuli. Padahal, tepuk tangan bagi para penyandang disabilitas tuli mempunyai cara yang berbeda. Kesalahan itu membuat saya penasaran tentang cara berkomunikasi dengan teman-teman penyandang tuli. Akhirnya, saya buat Pandulisane ini pada bulan Mei 2018,” jelas Pandu.
Kata Pandulisane sendiri terdiri dari dua kata, yaitu Pandu dan Lisane. Pandu berarti membimbing, sedangkan Lisane adalah singkatan dari Tuli, Daksa, dan Netra. Tujuan didirikannya komunitas ini adalah membuat masyarakat menjadi lebih sadar dengan para difabel. “Dengan didirikannya komunitas ini, saya ingin membuat masyarakat sadar bahwa difabel itu ada, kita pun berpotensi untuk menjadi difabel. Sehingga, tidak ada lagi orang yang menutup mata akan hal itu,” tutur Pandu.
Pandulisane sendiri memiliki beberapa kegiatan, seperti #MotoinAkses. #MotoinAkses ini merupakan kegiatan mengambil gambar fasilitas yang diperuntukan bagi para difabel. Dalam kegiatan ini, Pandulisane bekerjasama dengan Campaign.com sebagai media penyebaran gambar tersebut. Kegiatan ini dibuat karena banyak masyarakat yang tidak tahu nama atau fungsi dari fasilitas yang disediakan untuk para difabel. “Dengan diunggahnya foto fasilitas untuk disabilitas ke aplikasi Campaign.com, masyarakat jadi tahu bahwa itu untuk para penyandang disabilitas,” ucap Pandu.
Selain itu, komunitas ini juga memiliki kegiatan #BersamaDaksa. #BersamaDaksa ini merupakan kampanye yang bertujuan untuk memberikan semangat kepada teman-teman tunadaksa. “Kita mengajak orang-orang menggunakan tagar #BersamaDaksa di aplikasi Campaign.com untuk mendukung teman-teman tunadaksa agar tetap semangat untuk mendapatkan pekerjaan,” ungkap Pandu.
Komunitas ini berbeda dengan komunitas-komunitas disabilitas lainnya, karena anggota non-difabel lebih banyak daripada anggota difabelnya. Alasannya karena berfokus untuk mengajarkan cara berkomunikasi dan berinteraksi dengan para difabel dengan menghadirkan para difabel untuk belajar bersama. “Kita membuat ruang temu antara disabilitas dan non disabilitas. Supaya Indonesia lebih inklusif,” ucap Pandu.
Komunitas ini mendapat perhatian yang baik dari kaum difabel dan non-difabel karena menjadi jembatan penghubung keduanya. “Menurut saya, Pandulisane ini memberikan banyak pelajaran tentang bagaimana saya sebagai penyandang disabilitas tuli berinteraksi dengan anggota lain yang non-difabel dalam satu komunitas. Pandulisane juga mengajarkan bagaimana bekerjasama dengan baik dan memberikan energi-energi yang positif. Menurut saya, Pandulisane adalah keluargaku di Jakarta”, ungkap Andi Kasri Unru selaku anggota difabel di Pandulisane.
Mutiah Kusuma Sari