lpmindustria - Saat ini terdapat 359 operator di dunia yang sudah berinventasi di jaringan 5G. Akan tetapi, pemerintah serta stakeholder terkait masih perlu mempertimbangkan beberapa hal sebelum menerapkan 5G di Indonesia.
Kemunculan teknologi generasi kelima atau yang lebih dikenal dengan Fifth Generation (5G) membuktikan bahwa teknologi telekomunikasi semakin berkembang dengan kualitas yang semakin baik. Teknologi telekomunikasi ini bermula dari generasi pertama (1G) pada tahun 1970. “5G bukanlah teknologi yang terbilang baru. Namun, itu adalah perkembangan dari generasi yang sudah sebelumnya,” ujar Anis Bachri selaku Direktur Indonesia ICT Institut.
Setiap generasi teknologi telekomunikasi ini memiliki kekuatan dan keunggulan yang berbeda-beda. Perbedaan yang mencolok dari setiap generasi ini terletak pada kualitas kecepatannya. Anis mengatakan kecepatan teknologi tersebut semakin cepat pada setiap pengembangan generasinya, yaitu 1G (2 kbps), 2G (14-64 kbps), 3G (24 mbps), 4G (200 mbps), dan 5G (1 gbps). Hal ini membuat banyak negara berbondong-bondong untuk berinvestasi di jaringan 5G. Dengan demikian, keadaan dahulu dengan saat ini cukup berbeda. “Disket 1,4 Mega Byte (MB) pada kecepatan 1,2 kbps membutuhkan waktu satu malam untuk transfer jika sudah berukuran Giga Byte (GB) hanya dapat menggunakan alat penyimpanan yang nantinya dikirim melalui pos,” kata Onno W. Purbo seorang pakar dan praktisi telekomunikasi.
Bagi Onno, kecepatan yang ditawarkan bukan menjadi masalah terbesar untuk Indonesia melainkan aliran dana yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk menikmati internet dengan kecepatan tinggi tersebutlah yang menjadi masalah. Besarnya dana yang dikeluarkan ini dapat dihindari dengan cara membuat sendiri teknologinya. “Aliran dana yang mengalir ke negara Korea, Taiwan, dan China membuat saya bangun memperjuangkannya agar kita dapat membuat teknologi ini sendiri. Akan tetapi, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menginginkan yang instan saja,” tutur Onno dalam webinar bertema “Diskusi Teknologi Open BTS, 5G, dan Telekomunikasi dengan Onno W. Purbo”.
Terkait dengan penerapan teknologi 5G, beberapa operator di Indonesia sendiri sudah melakukan uji coba teknologi 5G ini dan diklaim berhasil. Salah satunya, disampaikan oleh Anis bahwa Smartfren telah melakukan uji coba di pabrik pengolahan minyak sawit pada tahun 2019. Smartfren melakukan otomasi mesin menggunakan frekuensi 28 ghz sehingga berhasil melakukan machine to machine communication dengan teknologi 5G. Selain Smartfren, XL dan Telkomsel juga sudah melakukan uji coba.
Tahun 2020 ini, pemerintah juga melakukan uji coba di frekuensi 3,5 GHz dari 26 GHz. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan teknologi Industri 4.0. Uji coba ini dilakukan untuk mengembangkan digital economy, namun terkendala oleh pandemi Covid-19.
Nantinya, penerapan teknologi 5G diharapkan mampu meningkatkan perekonomian. Seperti halnya di Cina, penerapan teknologi ini mampu memberikan dampak positif terhadap ekonomi di negara tersebut. “Dari 5G itu diharapkan akan changes society-nya. Jadi, orang tidak hanya lebih cepat surfing internet tetapi juga orang akan memiliki social interaction. Sehingga, orang-orang bisa lebih hidup di dunia internet dengan teknologi dan akan merasa bisa kerja dimana pun dan entertainment-nya juga lebih bervariasi,” ucap Wira Satyawan selaku Ketua 5G Ecosystem Indonesia.
Astri Oktaviani