lpmindustria.com – Stres di masa pandemi akibat PJJ membuat para pelajar mengalami burnout yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi diri sendiri dan orang lain. Dengan begitu terdapat beberapa solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Di masa pandemi ini, sebagian besar pelajar mengalami stres saat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Dilansir dari kpai.go.id, Komisi Perlindungan Anak (KPAI) melakukan survei terhadap 1.700 siswa TK hingga SMA/sederajat pada tahun 2020. Hasilnya, sebanyak 77,8 persen mengalami kesulitan karena tugas yang menumpuk. Selanjutnya pada jurnal “Gambaran Psikologis Mahasiswa dalam Proses Pembelajaran saat Pandemi Covid-19”, sebesar 87,89 persen mahasiswa mengalami stres normal dan 12,11 persen mengidap stres sedang dari 190 sampel mahasiswa.
Stres yang disebabkan oleh aktivitas dan waktu pembelajaran PJJ yang berlebihan ini dapat menimbulkan burnout. Seperti yang dijelaskan oleh Elisabeth Christina dalam jurnal berjudul “Burnout Akademik Selama Pandemi Covid-19”, stres, beban, atau faktor psikologis lainnya karena proses pembelajaran dapat menunjukkan kelelahan emosional, kecenderungan depersonalisasi atau kehilangan identitas pribadi, dan perasaan bahwa prestasi yang dimiliki menurun dapat mengacu kepada burnout di bidang akademik.
Istilah burnout pertama kali dikemukakan oleh Herbert Freudenberger pada artikel “Staff Burnout” yang dimuat Journal of Social Issues tahun 1974. Dikutip pada halaman who.int, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan burnout sebagai sindrom yang dikonsepkan sebagai hasil dari stres kronis di tempat kerja yang belum berhasil dikelola. Bila dilansir melalui jurnal yang berjudul “Burnout Akademik Selama Pandemi Covid 19”, burnout adalah kondisi emosional di mana seseorang merasa lelah dan jenuh secara fisik dan emosional yang disebabkan oleh intensitas tugas.
Dalam jurnal tersebut dijelaskan pula intensitas tugas yang terlalu keras namun kaku dan sebuah reaksi penarikan diri secara psikologis dari pelajar justru menyebabkannya tidak menjalankan tugasnya dengan baik akibat dari tuntutan emosional atau belajar yang dialaminya menjadi penyebab pelajar mengalami burnout. Selain itu menurut jurnal Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN SUSKA), burnout dipengaruhi oleh tuntutan pekerjaan, permasalahan peran, kurangnya dukungan sosial, kurangnya aktivitas regulasi diri, dan berhubungan dengan tuntutan klien.
Selanjutnya, burnout akan menimbulkan beberapa dampak bagi yang mengalaminya. Mengutip pada jurnal UIN SUSKA, dampak-dampak burnout terdapat lima kategori yang disebutkan oleh Schaufeli dan Buunk. Pertama adalah manifestasi afektif atau wujud pernyataan perasaan yang secara umum dapat diamati dampaknya, contohnya semangat yang rendah, suasana hati sedih, dan murung yang lebih dominan. Kedua, ada manifestasi kognitif di mana individu merasa kehilangan arti pekerjaan akibat ketidakberhasilan dalam pekerjaan/individu.
Berikutnya, ada manifestasi fisik yaitu timbulnya keluhan gangguan emosi atau mental (psikosomatik), seperti kelelahan fisik yang kronis, kelemahan fisik, dan rendah energi. Kemudian, ada manifestasi perilaku di mana dampak ini dapat merugikan bagi organisasi, yaitu ketidakhadiran dan rendahnya prestasi. Terakhir adalah manifestasi motivasi yang disebabkan oleh hilangnya motivasi pada individu, misalnya hilangnya semangat, antusiasme, ketertarikan dan idealisme. Sehingga, hal ini akan menyebabkan individu tersebut merasa kecewa dan menarik diri.
Berdasarkan dampak yang ditimbulkan, terdapat beberapa solusi dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Dikutip pada Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam mengatakan dalam menangani burnout pada pelajar dapat melakukan konseling individu pada guru Bimbingan Konseling (BK) ataupun psikolog yang dilakukan secara rutin bagi para pelajar.
Tak hanya itu, berpikir positif juga dapat membantu seseorang terhindar dari burnout. Mengutip pada artikel “Conquering Burnout” oleh ilmuwan America, Christina Maslach dan Michael P. Leiter, energi positif dari orang lain adalah pengalaman yang menggembirakan, demikian juga dengan mengekspresikan energi positif kepada orang lain. Terakhir, lakukan istirahat yang cukup sesuai dengan kebutuhan usia masing-masing individu. Seperti yang dijelaskan pada infografis dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, kurangnya istirahat dapat mengganggu konsentrasi saat belajar, memburuk kesehatan, dan menambah stres.
Penulis: Mutiah Kusuma Sari
Editor: Ela Auliyana