lpmindustria.com,- Hepatitis misterius telah ditemukan di Indonesia dan kini masih dilakukan penelitian secara mendalam. Adenovirus, Sars CoV-2, serta virus saluran cerna dan pernafasan dianggap sebagai salah satu kemungkinan penyebab hepatitis misterius.
Beberapa pekan terakhir berkembang isu di masyarakat tentang penyakit hepatitis misterius. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan hepatitis misterius menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) pada 15 April 2022. Kasus ini terjadi pada anak-anak dalam rentang usia 1 bulan hingga 16 tahun dan hingga kini belum diketahui penyebabnya secara pasti. Meskipun pemeriksaan laboratorium telah dilakukan, namun dari virus hepatitis tipe A, B, C, D, dan E tidak ditemukan bahwa virus tersebut sebagai penyebab penyakit hepatitis misterius ini. Jumlah laporan kasus tentang hepatitis misterius pun semakin bertambah sejak dinyatakan menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).
Dikutip dari antaranews.com, hingga 3 Mei 2022 dilaporkan 200 pasien di 20 negara akibat penyakit hepatitis misterius ini. Di Indonesia telah dilaporkan 3 anak meninggal karena penyakit misterius ini. Kementerian Kesehatan masih melakukan investigasi melalui pemeriksaan panel virus lengkap dan penyelidikan epidemiologi untuk mengetahui lebih lanjut penyebab dari penyakit menular ini.
Dilansir dari laman kemkes.go.id, dokter Spesialis Anak Konsultan Gastro Hepatologi RSCM FK UI, Prof. Dr. dr. Hanifah Oswari, Sp. A, mengatakan bahwa secara umum gejala awal penyakit hepatitis misterius ini sama dengan hepatitis akut yaitu mual, muntah, sakit perut, diare, dan kadang disertai demam ringan. Kemudian, gejala akan semakin berat, yaitu air kencing berwarna pekat seperti teh dan BAB berwarna putih pucat, setelah itu gejala akan semakin berat hingga gejala kuning dan hilang kesadaran. Prof. Hanifah menyebutkan bahwa jika infeksi semakin berat, maka semakin kecil peluang dokter untuk menyelamatkan pasien.
''Bawalah anak-anak kita ke fasyankes (baca: fasilitas pelayanan kesehatan) terdekat untuk mendapatkan pertolongan dari tenaga kesehatan. Jangan menunggu sampai gejalanya lebih berat, karena kalau berat kita kehilangan momentum untuk bisa menolong lebih cepat. Apalagi kalau sampai sudah terjadi penurunan kesadaran, maka kesempatan untuk menyelematkannya sangat kecil,'' kata Prof. Hanifah.
Prof. Hanifah menyebutkan dugaan awal penyebab penyakit misterius ini adalah Adenovirus, SARS CoV-2, virus ABV dll, utamanya virus yang dapat menyerang saluran cerna dan saluran pernafasan.
Dikutip dari laman kemkes.go.id, pada ketiga kasus yang ditemukan di Indonesia, kasus ini menjangkiti anak berusia 2 tahun yang sudah mendapatkan vaksinasi hepatitis, usia 8 mendapatkan vaksinasi COVID-19 satu kali dan vaksin hepatitis lengkap, dan usia 11 tahun sudah mendapatkan vaksinasi COVID-19 dan hepatitis lengkap. Ketiganya pun negatif COVID-19. Berdasarkan hasil investigasi juga didapati bahwa satu kasus memiliki penyakit penyerta.
''Sampai saat ini ketiga kasus ini belum bisa di golongkan sebagai penyakit hepatitis akut dengan gejala berat, karena masih ada pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan terutama pemeriksaan adenovirus dan pemeriksaan Hepatitis E yang membutuhkan waktu antara 10 sampai 14 hari ke depan,'' ucap dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Juru Bicara Kementerian Kesehatan.
Mengutip dari laman kemkes.go.id, Prof. Hanifah menyarankan agar orang tua meningkatkan kewaspadaan dengan melakukan tindakan pencegahan untuk mencegah risiko infeksi penyakit hepatitis misterius pada anak. Langkah awal yang bisa dilakukan yaitu, dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Selain itu, untuk mencegah penularan hepatitis misterius melalui saluran pernafasan dengan menerapkan protokol kesehatan COVID-19 seperti memakai masker, menjaga jarak dan mengurangi mobilitas. Upaya lainnya yang dapat dilakukan masyarakat untuk mencegah penularan hepatitis akut misterius ini adalah pemahaman orang tua terhadap gejala awal penyakit Hepatitis Akut.
''Untuk mencegah dari saluran pencernaan, jagalah kebersihan dengan cara mencuci tangan dengan sabun, memastikan makanan atau minuman yang dikonsumsi itu matang, tidak menggunakan alat-alat makan bersama dengan orang lain serta menghindari kontak anak-anak kita dari orang yang sakit agar anak-anak kita tetap sehat,'' jelas Peneliti di RSCM dan FK UI.
Penulis : Rahma Dhini
Editor : Az-Zahra Nurwanda