lpmindustria.com – Deforestasi masih terus terjadi di Indonesia sampai saat ini. Sebuah penelitian memprediksi pada tahun 2057 kondisi kerusakan hutan di Indonesia mencapai titik yang menghawatirkan. Jika terus dibiarkan, deforestasi akan berdampak buruk pada kehidupan makhluk hidup.
Deforestasi adalah berubahnya wilayah hutan menjadi bukan hutan. Mengutip webinar yang bertajuk “Deforestasi di Indonesia: Kondisi dan Penyebabnya”, Dodik R. Nurochmat selaku guru besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) menyebutkan definisi hutan menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 14 Tahun 2004. Hutan merupakan wilayah yang memiliki 30 persen tutupan tajuk atau tertutup pohon dalam area seluas 0,25 hektar dengan tinggi pohon dewasa 5 meter. Jika sebelumnya suatu kawasan memenuhi hal tersebut lalu tutupan tajuknya menjadi di bawah 30 persen dapat dikatakan terjadi deforestasi.
Namun mengutip dari Siaran Kinerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK), deforestasi di Indonesia cenderung memiliki kondisi yang tidak stabil. Dilihat sejak tahun 2011, pelepasan kawasan hutan pada tahun 2020 berada di posisi terendah. Lalu pada tahun 2014 terjadi pelepasan hutan terparah yaitu seluas 573.949 hektar. Sedangkan jika dilihat selama lima tahun terakhir, dari tahun 2015 hingga 2020, total pelepasan hutan yang terjadi adalah seluas 619.357 hektar.
Deforestasi yang terjadi di Indonesia ini umumnya disebabkan oleh rendahnya nilai ekonomi hutan. “Penyebab utamanya adalah karena nilai ekonomi lahan hutan yang jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan alternatif penggunaan lainnya,” jelas Dodik. Contohnya seperti yang tercantum dalam jurnal berjudul “Perubahan Penggunaan dan Tutupan Lahan serta Faktor Penyebabnya di Pulau Bengkalis, Provinsi Riau (Periode 1990-2019)". Dijelaskan bahwa perubahan tutupan dan penggunaan yang terjadi tersebut karena semakin banyak pihak berkepentingan atas lahan yang tidak jelas kepemilikannya serta penyalahgunaan wewenang oleh oknum pemerintah tingkat desa. Selain itu, transmigrasi yang dilakukan dengan pengawasan dan peraturan tingkat dasar yang tidak jelas juga menyebabkan pembukaan lahan besar-besaran secara ilegal oleh transmigran atau orang yang berpindah ke daerah (pulau) lain.
Lebih lanjut, Dodik mengungkapkan bahwa tingkat deforestasi di Indonesia harus dikurangi karena tingkat forest loss (baca: kehilangan hutan) maksimal sebesar 58 juta hektar. Ketika forest loss sudah mencapai 55 juta hektar, deforestasi harus diberhentikan. Hal ini bisa dicapai pada tahun 2057 disertai dengan upaya-upaya perbaikan tata kelola. Apabila tidak melakukan upaya-upaya tersebut, forest loss seluas 55 juta hektar akan terjadi pada tahun 2040.
Selain itu, ia mengucapkan bahwa pada tahun 2040, pendapatan per kapita Indonesia diprediksi baru mencapai sekitar US$8.000. Padahal untuk menjadi negara berpenghasilan tinggi dibutuhkan angka pendapatan per kapita minimal US$12.500. Dengan begitu, diperkirakan apabila terus melakukan pertumbuhan ekonomi dengan konversi hutan, titik baliknya akan terjadi pada tahun 2067 dengan total forest loss yang sangat tinggi. Kemungkinan ini harus dihindari karena dapat mengarah terjadinya bencana.
Bukan hanya itu saja, terdapat juga ancaman terhadap makhluk hidup yang dapat terjadi karena deforestasi. Bersumber dari jurnal berjudul “Dampak Deforestasi Hutan Skala Besar terhadap Pemanasan Global di Indonesia” disebutkan bahwa deforestasi menimbulkan dampak yang cukup serius yaitu pemanasan global. Selain itu, deforestasi juga menghasilkan emisi yang tinggi, sehingga dapat menimbulkan dampak, seperti peningkatan suhu, peningkatan curah hujan per tahun, ancaman pangan, hingga naiknya permukaan laut yang berakibat pada tergenangnya daerah produktif sekitar pantai. Dampak lainnya adalah naiknya suhu air laut yang memengaruhi kehidupan hayati di dalamnya serta menyebabkan berbagai penyakit yang dapat berkembang biak melalui media air, seperti malaria dan deman berdarah.
Penulis: Bagus Nurcahyo
Editor: Ela Auliyana