Tanggapan Mengenai Permendikbud PPKS Nomor 30 Tahun 2021

lpmindustria.com – Pada tanggal 31 Agustus 2021 lalu, Kemendikbud Ristek telah merilis Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021. Komnas Perempuan dan salah seorang bagian dari Divisi Riset, Center for Digital Society (CfDS) menyampaikan apresiasi pada permendikbud tersebut.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) telah merilis Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Peraturan ini nantinya diharapkan dapat menjadi pedoman bagi perguruan tinggi untuk menyusun kebijakan dan mengambil tindakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual demi terciptanya kehidupan kampus yang manusiawi, bermartabat, setara, inklusif, kolaboratif, serta tanpa kekerasan.

Permendikbud tersebut berisi tentang pencegahan, penanganan, pembentukan dan mekanisme satuan tugas, pemeriksaan ulang, hak korban dan saksi, pemantauan dan evaluasi, sanksi pada pelaku, serta kewajiban lembaga pendidik untuk menerapkan peraturan dan membentuk satuan tugas (satgas).

Dalam press rilis Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) disebutkan bahwa sepanjang tahun 2015-2020, mereka menerima 27% aduan kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi dari keseluruhan pengaduan yang terjadi di lembaga pendidikan. Hal ini disebabkan lemahnya penanganan kasus di kampus karena pelakunya merupakan orang terdekat di lingkungan kampus bahkan tidak adanya peraturan yang jelas mengenai pelaksanaan terkait dengan pencegahan serta penanganan kekerasan seksual dan juga termasuk pemulihan korban secara fisik dan psikologi.

Kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan merupakan kasus yang cukup lama. Menurut Amelinda Pandu Kusumaningtyas, seorang bagian dari Divisi Riset, Center for Digital Society (CfDS) menyampaikan, “Kalau bisa kita lihat penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus bisa dibilang mayoritas tidak terjadi apa-apa.” Wanita yang akrab di panggil Amel tersebut juga menambahkan bahwa saat seorang korban melapor karena mendapat pelecehan dan kekerasan seksual cukup banyak yang tidak mendapat tanggapan dari pihak lembaga pendidikan yang menerima  laporan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya peraturan atau prosedur yang mengatur hal tersebut.

Menurutnya, Permendikbud PPKS No. 30 tahun 2021 ini merupakan awal yang baik untuk menciptakan Pendidikan Indonesia ke arah yang lebih baik. “Sekali pun hanya himbauan, ini sudah menjadi langkah yang baik,” jelas Amel untuk mengapresiasi inisiasi dari pihak Kemendikbud Ristek setelah merilis Permendikbud PPKS No. 30 tahun 2021. Amel pun sedikit menambahkan, “Sejujurnya, saya juga penasaran apa yang akan dilakukan pemerintah terkait dengan peraturan tersebut.”

Sejalan dengan hal tersebut, Komnas Perempuan ikut mengapresiasi permen tersebut. Dalam siaran pers tersebut menjelaskan bahwa permendikbud ini haruslah dipandang sebagai upaya untuk pemenuhan hak pendidikan setiap warga negara Indonesia atas pendidikan tinggi yang aman, serta memberikan kepastian hukum bagi instansi perguruan tinggi untuk mengambil langkah tegas terhadap kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus.

Menurut Amel, instansi pendidikan harus bisa meninggalkan pola pikir yang menganggap sebuah kejahatan kekerasan dan pelecahan seksual adalah hal yang remeh dan tidak penting untuk dibahas secara mendalam. “Terkadang, instansi pendidikan terlalu sibuk menjaga  nama baik intitusinya, namun apa artinya institusi apabila orang didalamnya tidak mencerminkan hal-hal yang baik? Lalu, apa yang dilindungi jika seperti itu?” tegasnya dalam wawancara dengan LPM Industria.

Amel pun menambahkan agar pihak instansi pendidikan perguruan tinggi membentuk pusat krisis untuk mengatasi laporan tindak kekerasan dan pelecahan seksual, seperti misalnya Fisipol Krisis Center yang berdiri di salah satu kampus negeri di Yogyakarta yaitu Universitas Gajah Mada (UGM). “Terus membahas isu kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi, namun bisa dilihat tidak banyak kampus yang mengambil sikap untuk berbenah,” jelasnya.

Komnas Perempuan pun ikut memberi beberapa rekomendasi yaitu Kemendikbud Ristek harus memberikan sosialisasi langsung di perguruan tinggi secara langsung. Lalu, perguruan tinggi pun diharapkan agar berkomitmen dalam menerapkan Permendikbud PPKS No. 30 tahun 2021. Selanjutnnya, untuk masyarakat dan media agar ikut dalam mensosialisasikan dan mendukung permendikbud ini guna mewujudkan tempat belajar yang aman, sehat, dan nyaman. Terakhir, pemerintah dan DPR RI untuk mengintegrasikan kebijakan Permendikbud PPKS dalam pencegahan kekerasan seksual dalam RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Sejalan dengan hal tersebut, Amel menambahkan agar pemerintah melakukan sosialisasi dan edukasi, baik kepada pejabat-pejabat kampus, orang-orang yang ada di struktural kampus, maupun kepada mahasiswa. “Itu harus dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu, sehingga dapat dilihat mana universitas tidak mengkuti atau sudah mengikuti aturan ini,” jelasnya

Lalu diujung wawancara, Amel berharap agar pemerintah semakin serius dalam menangani dan memperjuangkan agar tindak kekerasan dan pelecehan seksual tidak lagi ada di negara Indonesia. “Itu sangat utopis atau khayal bahwa pelecehan seksual tidak lagi ada di indonesia, tetapi saya berharap pemerintah dengan serius membuat dan mempertahankan kebijakan-kebijakan yang mengatur, mencegah, dan menangani tentang hal ini yang mendukung korban pelecehan dan kekerasan seksual,” tuturnya.

Penulis: Kevin Kahlil Akbar
Editor: Ela Auliyana

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *