Go Kill

Aku diam menatap nanar warna merah yang mewarnai tanganku. Kakiku gemetar dan tidak bisa menopang tubuhku lagi, hingga aku jatuh bersimpuh digenangan berwarna sama dengan cairan pekat ditanganku. “T-tidak…. T-tidak.. ini tak mungkin…,” aku bisa merasakan mataku panas dan  padanganku mulai kabur. Mataku mengarah ke sebuah ponsel yang tergelatak dilantai, sebuah tangan pucat menggenggam erat ponsel itu. Layar hitam pekat dengan tulisan merah mewarnai layar ponsel. ‘Mission complete, Next.. Ratna Dwiningsih.’

Jantungku berhenti berdegup saat melihat namaku tertulis dilayar ponsel itu. Aku mencoba berdiri, walaupun kakiku masih gemetar tapi kupaksakan untuk dapat berlari. Lantai begitu licin dengan darah pekat yang membanjiri lantai. Aku terjatuh beberapa kali saat mencoba berlari, dengan tergesa-gesa aku merangkak hingga keluar dari genangan darah lalu mengambil langkah seribu keluar dari kamar Santi.

“I-ini tidak mungkin! Santi.. Santi.. ini hanya aplikasi! Bagaimana.. hiks… bagaimana bisa Santi..,” tangisku pecah saat aku berlari ke luar dari rumah Santi. Aku tidak memperdulikan sepatuku dan berlari dengan tubuh berlumuran darah tanpa alas kaki. Telapak kakiku panas merasakan panasnya aspal, tapi aku tidak memperdulikannya dan hanya bisa berlari sejauh yang ku bisa.

Aku berbelok ke sebuah gang kecil yang diapit dua buah gedung. Aku jatuh bersimpuh dengan dada sesak seakan paru-paruku akan pecah. Aku menatap tanganku kembali. “Darah.. hiks.. Darah Santi… hiks… Santi…,” aku meringkuk di gang itu sambil menangis. Ini hanya mimpi, ini tidak mungkin kenyataan. Kami berdua hanya menginstal sebuah aplikasi dan mencobanya. Ini semua hanya permainan, hanya keisengan belaka. Bagaimana bisa Santi meninggal begitu saja?

Aku mencoba tenang dan mengambil ponsel di saku jeansku. Dengan tangan gemetar aku membuka kunci layar dan mencari nama Mama dari sekian banyak kontak di ponselku. Napasku masih tidak teratur saat mendekatkan ponsel ke telingaku. Nada sambung terdengar dan rasanya seperti selamanya menunggu Mama menjawab telponku.  “Angkat.. hiks.. Mama angkat!!” Nada sambung terputus, sekali lagi aku membuka kontak untuk menelpon Mama kembali.

Layar Ponselku tiba-tiba hitam. Aku semakin takut dan membanting ponselku ke tembok berharap agar ponsel itu hancur, tetapi justru sesosok makhluk mengenakan pakaian hitam dan sabit besar keluar dari layar ponselku. Tubuhku membeku melihat mata merah makhluk itu menatapku. Ini adalah akhirku. Jika aku diberi kesempatan, aku tidak akan menggunakan jasa aplikasi untuk membunuh seseorang lagi.

Ari Diah Nabila

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *