lpmindustria.com – Media sosial digunakan untuk melakukan berbagai kegiatan, seperti bertukar berita, berkenalan dan berdiskusi dengan orang lain, dan masih banyak lagi. Namun, banyak juga pengguna yang menyalahgunakan media sosial sehingga menimbulkan dampak negatif, salah satunya tindakan bullying.
Tekmologi yang semakin berkembang membuat media sosial digunakan oleh banyak orang di seluruh dunia. Penggunaan media sosial ini tentu memberikan dampak positif dan juga negatif bagi para penggunanya. Positifnya, media sosial dapat mempermudah komunikasi, mengembangkan relasi, dan membantu penyebaran informasi. Menurut para ilmuwan yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Proceedings of Nation Academy of Sciences of The United States of America, pengungkapan seseorang di media sosial akan membuat perasaan orang tersebut menjadi lebih baik.
Di sisi lain, banyak juga penyalahgunaan yang dilakukan pengguna media sosial, salah satunya adalah merundung, menghakimi, atau menghujat seseorang secara serentak dalam kurun waktu tertentu. Serangan dari pengguna lain ini menyebabkan korban tersebut menjadi tidak nyaman untuk menggunakan media sosial. Selain itu, media sosial juga dapat mengurangi waktu produktif, menyebabkan kecanduan, dan menimbulkan rasa iri. Menurut Journal of Mental Health and Addiction, penggunaan media sosial secara berulang-ulang juga akan menyebabkan kelelahan yang berdampak pada gangguan kecemasan dan depresi.
Pada tahun 2019, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima pengaduan kasus kekerasan fisik dan psikis. Dari data tersebut, sebanyak 153 anak menjadi korban dalam kasus kekerasan fisik dan bullying di lembaga pendidikan. “Kekerasan fisik dan bullying, terjadi sebanyak 39 persen pada tingkat SD/MI, 22 persen tingkat SMP/sederajat, dan 39 persen SMA/SMK/MA. Total 171 anak menjadi korban dan 5 orang guru menjadi korban kekerasan,” ungkap Retno Listyarti selaku Komisioner KPAI bidang Pendidikan pada laman Jpnn.com.
Dalam kurun waktu sembilan tahun, dari 2011 sampai 2019, ada 37.381 pengaduan kekerasan pada anak. Pada situs web kpai.go.id, bullying yang terjadi dalam lembaga pendidikan dan media sosial mencapai 2.473 laporan dan angka tersebut masih terus meningkat.
Pada tahun 2020 lalu, kasus bullying di media sosial pernah terjadi pada anak dari Ruben Onsu yaitu Betrand Petro. Bertrand mengalami perundungan dan penghinaan di media sosial, pelaku membuat akun instagram yang mengatasnamakan dan mengubah foto Betrand mirip hewan. Mengetahui hal tersebut Ruben tidak tinggal diam, ia akhirnya melaporkan kasus tersebut ke kepolisian.
Schwartz, Shields, dan Ciccheti menyebutkan bahwa keterlibatan dalam melakukan bullying kepada orang lain berkaitan dengan prediktor-prediktor keluarga, misalnya pola asuh orang tua yang overprotektif. Oleh sebab itu, jika seorang anak dididik dengan rasa kecemasan dan ancaman, perasaan tersebut akan memengaruhi sifatnya kepada orang lain. Selain itu, lingkungan bermain juga secara tidak langsung berpengaruh besar terhadap tingkah laku seorang anak.
Selain itu, faktor internal dari diri sendiri pun dapat memengaruhi terjadinya bullying, misalnya kesulitan mengontrol amarah dalam diri. Pelaku biasanya termotivasi untuk menuliskan kalimat-kalimat yang membuat pembaca salah paham. Misalnya saja, pelaku hanya ingin iseng saja atau mau membalas dendam, ia pun melakukan pencemaran nama baik dengan menggunakan akun anonymous agar tidak bisa terlacak untuk memenuhi niatnya tersebut.
Korban bullying biasanya memberikan reaksi terhadap aksi bullying yang terjadi dalam beberapa bentuk, seperti diam karena rasa takut kepada pelaku, bercerita kepada orang yang lebih tua, melakukan perlawanan, dan mencari perlindungan. Namun saat tidak mendapatkan pembelaan, perubahan tingkah laku korban akan terlihat, contohnya mengurung diri, tidak memedulikan orang lain, menjadi pribadi yang tertutup, dan menghilangnya rasa kepercayaan terhadap orang lain.
Maka dari itu, kita sebagai manusia harus belajar menghargai orang lain, menerima perbedaan di sekitar kita, mengontrol emosi diri, serta lebih mengenal diri sendiri dengan baik. Pemahaman terhadap diri sendiri akan membatu agar tidak terpancing dengan perkataan yang menyebalkan. Selain itu, kita dapat membantu korban yang mengalami permasalahan seperti ini dengan cara mendengarkan ceritanya dan memberikan saran kepadanya.
Eriska Oktaviani