Pahlawan Tak Kasat Mata

lpmindustria.com – Kurangnya apresiasi dari pemerintah dan masyarakat membuat pahlawan yang satu ini sering kali mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Pengorbanan yang mereka lakukan pun tidak sesuai dengan apa yang mereka dapatkan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pahlawan adalah orang yang membuat langkah keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, pejuang, dan gagah berani. “Pahlawan adalah seseorang yang tidak hanya berjuang untuk kemerdekaan, tetapi juga mereka yang mengisi kemerdekaan dan meraka yang telah berbuat baik untuk sekitar.” jelas Nindi selaku moderator pada acara seminar Ngobrolin Indonesia vol IV.

Diketahui saat ini Indonesia memiliki 179 orang yang diangkat sebagai pahlawan nasional, termasuk 6 orang yang baru diangkat tahun 2018 ini. Pengangkatan pahlawan nasional itu sendiri sudah dimulai pada tahun 1961. Namun, dari 179 pahlawan nasional yang diangkat, hanya 12 orang diantaranya yang merupakan pahlawan perempuan “Dari 179 pahlawan ini 12 diantaranya adalah perempuan, dimana keadaan ini tidak berimbang,” ujar Bondan selaku Dosen Sejarah.

Selain pahlawan nasional yang telah disebutkan, Indonesia juga memiliki “pahlawan” yang telah berkorban banyak untuk kepentingan bangsa dan Negara, namun kurang mendapat sorotan dan sering mendapat perlakuan yang tidak adil dari negaranya sendiri. Pahlawan yang dimaksud ialah para buruh migran perempuan. “Ada sekitar 80 % pekerja migran Indonesia yang perempuan, 70% diantaranya bekerja disektor informal. Setiap tahunnya mereka meyumbangkan triliunan terhadap negara. Kita sering menyebutnya sebagai pahlawan devisa,” tambah Nindi.

Kurangnya perlindungan penuh pemerintah atas buruh migran perempuan menyebabkan banyak kasus-kasus terjadi.  “Setiap hari banyak sekali teman-teman yang konsultasi, entah itu pelecehan seksual, kekerasan seksual bahkan ada yang di Putus Hubungan Kerja (PHK) ketika pukul 1 atau pukul 2 malam langsung diusir dari rumah majikannya,” ungkap Ren Anggun selaku volunteer Kabarbumi sekaligus mantan buruh migran. Kurang seriusnya pemerintah dalam melindungi warganya membuat banyak buruh migran diluar sana belum mendapatkan hak-haknya. Ren juga mengungkapkan bahwa di luar sana ada sekitar 100 – 200 buruh migran yang terancam hukuman mati. Walaupun pemerintah sudah mengeluarkan undang-undang tentang perlindungan pekerja migran, yaitu UU. No.18 Tahun 2017, nyatanya UU tersebut belum sepenuhnya diterapkan.

 Pengorbanan yang mereka lakukan ternyata tidak sebanding dengan nasib yang mereka dapatkan. Menelan rindu untuk bertemu dengan keluarga harus dibayar dengan nasib mereka sebagai taruhan. “Ketika seorang ibu bekerja diluar negeri mereka meninggalkan anak, suami bukan semata-mata untuk dirinya sendiri tetapi untu keluarga, untuk menyekolahkan anak. Kasus terbesar adalah kasus perceraian, istrinya bekerja dan suaminya nikah lagi. Uang yang seharusnya untuk anaknya, untuk keluarga, untuk membangun rumah dsb, itu dipake suami untuk menikah lagi dan untuk berfoya foya,” ujar Ren.

Para buruh migran disebut sebagai pahlawan devisa karena mereka merupakan penyumbang terbesar kedua setelah migas. Nyatanya itu hanya sebutan saja, perlakuan yang didapatkan masih belum selaras dengan sebutan itu. “Kami tidak pernah dihargai dan disambut bahkan kami pernah dibuatkan bandara khusus yang jatuhnya malah mengeksploitasi kami. Kami memperjuangkan terminal itu untuk dihapus,” tegas Ren.

Ren berharap supaya pemerintah dapat menangani kasus kasus buruh migran dengan serius. “Mereka tidak menginginkan sebutan pahlawan devisa atau disambut dengan karpet merah. Yang mereka inginkan adalah pemerintah indonesia dapat menangani kasus-kasus buruh migran dengan serius. Bagaimana pemerintah dapat menyelamatkan buruh migran dari hukuman mati, jangan sampai pemerintah kecolongan lagi,” tutup Ren.

 

Nur Aini Afrida

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *