Filosofi Sepak Bola Indonesia

lpmindustria.com – Filosofi sepak bola Indonesia akan menjadi fondasi awal dalam membangun sepak bola Indonesia, dimulai dari pembinaan usia muda hingga elemen-elemen lainnya.

Majunya perkembangan sepak bola tidak terlepas dari pembinaan pada usia muda yang terintegrasi dengan baik. Tidak seragamnya kurikulum sepakbola usia muda di Indonesia membuat beberapa SSB (Sekolah Sepak Bola) menetapkan standar kurikulum sepak bola yang berbeda-beda. Hal tersebut tentu menyulitkan para pelatih Tim Nasional (Timnas) dalam menyatukan visi bermain dalam satu tim. Sama halnya dengan negara maju lainnya, Indonesia dinilai perlu memiliki jati diri dalam bermain sepakbola.

Dalam memanfaatkan potensi besar yang ada di sepak bola Indonesia, Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) selaku asosiasi tertinggi sepak bola Indonesia telah merumuskan Filosofi Sepak Bola Indonesia (Filanesia) yang dituangkan dalam buku Kurikulum Pembinaan Sepak Bola Indonesia.

Filanesia merupakan sebuah filosofi yang akan menjadi fondasi dan karakter sepak bola Indonesia, baik untuk pembinaan usia dini sampai profesional dari segi individu maupun tim. Dalam website resmi PSSI, filosofi ini telah menjadi salah satu perhatian khusus kepengurusan PSSI periode 2016-2020.  Di bawah komando Direktur Teknik PSSI Danurwindo, filosofi ini akan menjadi langkah awal pembentukan ciri khas permainan sepak bola Indonesia yang telah dilakukan sejak awal tahun 2017. Dalam membentuk gaya sepak bola khas Indonesia ini sudah menjalani beberapa tahapan seperti studi, praktek lapangan, diskusi panel, dan seminar dengan seluruh pelatih Liga 1, praktisi olahraga, dan .personel teknis lainnya.

Filosofi ini akan memberikan panduan dalam hal lingkup sepak bola, seperti pembatasan latihan berdasarkan usia, pengembangan teknik pemain, dan ciri-ciri bermain di lapangan. Perlu dicatat bahwa Kurikulum Pembinaan Sepak Bola Indonesia ini bukan untuk menyeragamkan taktik setiap klub, namun ini akan menjadi ciri permainan Indonesia di pentas internasional. Ada tiga filosofi sepak bola nasional yang terbagi menjadi beberapa kelompok usia.

Filosofi pertama adalah usia 6 sampai 9 tahun. Direktur Teknik PSSI, Danurwindo, mengatakan bahwa dalam usia tersebut, anak-anak mulai diperkenalkan aturan main. Namun, tidak ada tekanan dalam permainan, karena permainan harus dinikmati. “Bermain dengan gembira, tahu aturan, menghormati lawan, wasit, dan semua yang terlibat di sepak bola. Termasuk gaya hidup,” ujar Danurwindo, dilansir dari bolalob.com.

Kedua adalah usia 10 sampai 13 tahun. Untuk jenjang usia ini, Danurwindo mengatakan sudah memasuki pengembangan skill (baca: keterampilan) pemain. “Jenjang ini digunakan untuk pengembangan skill. Lapangan dibuat terbatas dan dalam lapangan kecil itu ada kawan dan lawan. Pemain dihadapkan dengan situasi pengambilan keputusan,” lanjutnya.

Lalu terakhir pada jenjang 13 sampai 17 tahun, pemain sudah harus mampu mengaplikasikan kemampuan yang sudah dilatih dalam dua fase sebelumnya. “Fase ini mengaplikasikan dari skill, baik saat menyerang, bertahan, dan transisi permainan. Ketika pemain sudah berusia 17 tahun, mereka sudah kuat, punya cara bermain, dan metode latihan yang baik,” tandasnya.

Sementara itu, sekjen  PSSI, Ratu Tisha Destria menekankan pentingnya mental bermain sepak bola untuk diterapkan sejak usia dini. Mental juara lanjutnya perlu dibina dalam kehidupan sehari-hari. “Mental hal yang paling penting untuk anak-anak lakukan. Bahwa mereka harus kompetitif, tidak boleh kalah dan menghargai orang lain. Tidak mungkin hanya PSSI yang berjuang, harus ada keinginan dan mimpi yang kuat dari anak-anak,” ucap Tisha, dilansir dari cnnindonesia.com.

Aditya

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *