Aksi Mahasiswa Menuntut Pembatalan UU Cipta Kerja

lpmindustria.com – Kemarin (8/10), BEM SI dan mahasiswa dari berbagai universitas melakukan aksi unjuk rasa menolak disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja. Hal ini dilakukan karena UU tersebut dianggap merugikan masyarakat, lingkungan serta buruh di Indonesia.

Dalam akun Instagramnya, Aliansi BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) mengajak seluruh mahasiswa di Indonesia untuk mengikuti Aksi Nasional pada Kamis (08/10) dengan titik aksi di Istana Negara Jakarta. Aksi unjuk rasa tersebut merupakan bentuk penolakan terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam sidang paripurna pada Senin (05/10). “Kami menuntut Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangan (Perppu). Fokus kami, bagaimana Presiden menolak dulu,” jelas Koordinator BEM SI pada Tirto.id.

Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan penolakan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja ini. Pertama, tata cara pembentukan UU yang dinilai cacat prosedur. “05 Oktober 2020 menjadi hari duka dan penghianatan sekaligus jadi simbol atas matinya hati nurani para Dewan Perwakilan Rakyat terhadap rakyat Indonesia dengan disahkannya Omnibus Law menjadi sebuah Undang-Undang di tengah kondisi negeri yang sedang sakit,” tulis BEM SI dalam akun Instagramnya.

Hal serupa disampaikan oleh Rozi dan Aufa yang merupakan demonstran aksi tersebut yang tergabung dalam Aliansi Universitas Indonesia. Mereka menyatakan bahwa pembentukan UU ini dilakukan secara terburu-buru dan tertutup sehingga perlu dicurigai. “Jika memang Omnibus Law menguntungkan bagi masyarakat, kenapa partisipasi rakyat ditutup bahkan draft­-nya saja tidak disosialisasikan dan tidak dapat diakses oleh masyarakat?,” tutur Rozi.

Tak hanya itu, mereka juga menilai bahwa pasal-pasal dalam UU tersebut kontroversial. Aufa mengatakan bahwa terdapat pasal-pasal yang dapat memberangus hak-hak para buruh. Diwartakan oleh Tirto.id, pasal-pasal tersebut diantaranya adalah penghapusan Upah Minimum Kota/ Kabupaten sebagai dasar upah minimum pekerja (Pasal 88C), penghapusan inflasi dan biaya hidup sebagai pertimbangan penetapan upah minimum (Pasal 88D), dan juga mengubah ketentuan cuti dengan menghapus izin atau cuti khusus (Pasal 93 Ayat 2 UU Ketenagakerjaan).

Selain itu, Aufa menyebutkan tuntutan lainnya yang ia perjuangkan adalah perihal penghapusan beberapa ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). “Pertama, izin lingkungan diubah menjadi persetujuan dimana seharusnya orang meminta izin kepada negara dalam pembuatan perusahaan, diganti hanya sebatas persetujuan. Kedua, keterlibatan masyarakat dalam pembentukkan Amdal dipinggirkan,” jelasnya. Ia berpendapat bahwa hal tersebut dapat merusak sumber penghidupan masyarakat yang berasal dari lingkungan.

Lalu dikutip dari Suarasulsel.id, alasan mahasiswa menolak UU Cipta Kerja ini lantaran khawatir dengan hilangnya budaya leluhur yang ada pada pendidikan di Indonesia, karena budaya negara asing akan lebih mudah masuk ke dunia pendidikan.

Selanjutnya, kesulitan membayar  biaya pendidikan anak pun akan dirasakan oleh orang tua mahasiswa yang merupakan golongan menengah ke bawah. “Orang tua mahasiswa yang merupakan golongan menengah ke bawah akan terdampak, karena sistem pengupahan dalam Omnibus Law sesuai dengan jam kerja,” ucap Ihwan dalam artikel yang diterbitkan Suarasulsel.id. Ia pun turut menyampaikan bahwa UU Cipta Kerja juga tidak berpihak kepada masyarakat golongan menengah ke bawah. “Kami memahami bahwa UU ini tidak menguntungkan bagi masyarakat bawah, tetapi hanya menguntungkan kaum elite saja,” ujarnya.

Terkait dengan adanya aksi demonstrasi, mahasiswa mengharapkan agar pemerintah dapat mendengarkan suara masyarakat dan membatalkan UU tersebut. Hal tersebut turut disampaikan oleh Rozi. “Kami berharap Presiden benar-benar mendengarkan aspirasi masyarakat, mulai dari buruh, mahasiswa, buruh tani, nelayan, dan lain-lain untuk menerbitkan Perppu. Kami, kawan-kawan UI, bersama buruh dan aliansi masyarakat lainnya akan terus melawan dan turun ke jalan sampai Pak Jokowi mendengarkan apa yang diperjuangkan oleh masyarakat,” tutupnya.

Artha Julia

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *