lpmindustria – Demonstrasi mahasiswa mengguncang ibu kota dengan tagar #IndonesiaGelap. Aksi ini mencerminkan kekecewaan terhadap isu-isu nasional yang mengancam masa depan dan dapat memicu pertanyaan tentang latar belakang, tuntutan, serta respons masyarakat.
Menurut Fajar Setyaning, seorang dosen kewarganegaraan yang mengikuti isu tersebut, #IndonesiaGelap mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap kurangnya transparansi dan akuntabilitas pemerintah. Ia menjelaskan bahwa “kegelapan” dalam tagar tersebut adalah metafora bagi kondisi negara yang dianggap kehilangan arah. Tagar tersebut pertama kali muncul di media sosial sebagai respons terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat. Dalam 100 hari pemerintahan Prabowo, berbagai kebijakan kontroversial memicu keresahan masyarakat. “Banyak peristiwa yang memicu gerakan ini, terutama pernyataan-pernyataan para menteri yang cukup blunder dan kontroversial. Hal ini membuat masyarakat semakin gelisah terhadap kebijakan pemerintah,” jelasnya lebih lanjut.
Gerakan mahasiswa yang mengusung tagar ini tidak sekadar viral di media sosial, tetapi juga diwujudkan dalam aksi nyata. Gerakan ini mengajukan 13 tuntutan yaitu ciptakan pendidikan gratis ilmiah dan demokrasi serta batalkan pemangkasan anggaran pendidikan, tolak revisi UU Minerba, cabut Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025 tentang efisiensi, desak presiden mengeluarkan PERPPU perampasan aset, efisiensi dan rombak kabinet merah putih, cabut Proyek Strategis Nasional (PSN), wujudkan reformasi agraria sejati, hapuskan multifungsi TNI, evaluasi penuh program makanan bergizi gratis, tolak revisi undang-undang TNI POLRI, kejaksaan tolak revisi peraturan TATIB DPR, sahkan rancangan undang-undang masyarakat adat, dan realisasikan anggaran tunjangan kinerja dosen.
Michael Purba, salah satu mahasiswa yang mengikuti demonstrasi, mengungkapkan bahwa dari 13 tuntutan terdapat 9 poin utama. Mereka menuntut peninjauan ulang Inpres 2025 yang dinilai merugikan sektor pendidikan dan kesehatan. “Kami menuntut supaya Inpres 2025 dikaji ulang dan penerapannya dievaluasi,” tegas Michael. Mahasiswa juga mendesak transparansi proyek strategis nasional dan evaluasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) agar lebih tepat sasaran. Selain itu, mereka menolak revisi UU Minerba, yang dianggap menguntungkan korporasi, serta menentang dwifungsi ABRI karena dikhawatirkan mengancam demokrasi. Tuntutan lainnya mencakup pengesahan RUU Perampasan Aset untuk menindak koruptor, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta penolakan campur tangan mantan presiden dalam pemerintahan. Mahasiswa juga menuntut Jokowi diadili atas kebijakan yang dianggap merugikan rakyat.
Gerakan ini mendapat beragam reaksi dari masyarakat. Ibu Mandalika, seorang warga yang diwawancarai mendukung aksi tersebut, terutama dalam penolakan revisi Peraturan Tata Tertib DPR, yang dinilainya dapat menghambat aspirasi rakyat. Ia juga menyoroti pemangkasan anggaran pendidikan, yang berpotensi menurunkan kualitas pembelajaran. Selain itu, ia mendukung Perpu Perampasan Aset, agar hasil korupsi dialokasikan untuk pendidikan dan kesehatan. Terkait program MBG. “Tidak semua siswa layak menerima MBG. Jika diberikan merata tanpa mempertimbangkan kondisi finansial orang tua, jadinya tidak efektif. Harus ada evaluasi supaya program ini benar-benar dinikmati oleh mereka yang membutuhkan,” ujarnya.
Di sisi lain, Pak Fajar menegaskan bahwa pemerintah harus lebih responsif terhadap keluhan masyarakat. Ia menyarankan agar kritik dijadikan bahan evaluasi, bukan ditolak. Selain itu, optimalisasi pelayanan publik dan komitmen dalam pemberantasan korupsi penting untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Gerakan mahasiswa dengan tagar #IndonesiaGelap bukan sekadar tren media sosial, tetapi mencerminkan keresahan nyata terhadap kondisi negara. Sebagai agen perubahan, mahasiswa berperan aktif menyuarakan tuntutan krusial demi masa depan Indonesia. Namun, efektivitas gerakan ini bergantung respons pemerintah. Jika tuntutan diabaikan, gelombang protes akan semakin membesar. Gerakan ini kembali menegaskan peran mahasiswa sebagai garda terdepan dalam memperjuangkan demokrasi dan keadilan sosial.
Penulis : Aghisna Nafisa
Editor : Sheillomita Salsa Nabila