Kisah Penghujung Semester

Perjuangan semester lima ku sudah menjadi cerita, nilai-nilai mata kuliah pun sudah terpampang pada laporan hasil studi ku. Terdapat kisah tak mengenakan pada perjalanan ku disemester ini. Semua berawal dari salah satu nilai mata kuliah yang keluar dipenghujung batas akhir penginputan nilai.

“Nilai Rekayasa usaha tani sudah keluar, syukurlah nilai ku bagus,” ujar Irfan teman ku.

“oh ya? Selamat ya, aku mau cek nilai juga,” respon ku.

Alangkah terkejutnya diri ku ketika melihat nilai yang tertera ini. Bagaimana tidak nilai D tergambar jelas di mata ku. Diri ku menimba ilmu pada perguruan tinggi negeri. Pada sistem penilaian di kampus ku terdapat tiga jenis nilai, yaitu Tugas, Ujian Tengah Semester (UTS), dan Ujian Akhir Semester (UAS) yang masing-masingnya memiliki persentase tersendiri lalu dikumulatifkan. Terperangah dengan nilai tugas yang diberikan dosen, yakni ‘nol’ tertulis jelas, aku langsung berintrospeksi diri serta mencari penyebab nilai ini dalam benak. Penat tak menemui jawaban, karena diri ku turut mengumpulkan semua tugas yang diberikan “diri ku mengerjakan tugas, mengumpulkan tugas, tidak ada masalah pula sama beliau” gerutu ku dalam benak.

“Fan, nilai tugas ku nol. Padahal aku mengerjakan tugasnya,” keluh ku.

“kok bisa ya, temui saja dosennya segera. Minta penjelasan dari beliau,” ungkap Irfan.

Sontak langsung diriku pergi menuju ruangan beliau, dengan harap dapat diberikan penjelasan yang memuaskan. Ku ketuk secara perlahan pintu yang tertutup rapat, ternyata terkunci. Ku tunggu di depan ruangan tersebut, dan seorang office boy lewat di depan ku. Aku tanyakan mengenai keberadaan dosen ku karena tidak ada diruangannya, office boy tersebut menerangkan bahwa, para dosen kini sedang ada rapat. Ku putuskan untuk terus menunggu di depan ruangannya. Cukup lama ku menunggunya, sampai akhirnya suara lift berbunyi ‘TING!’. Pintu lift terbuka, ku perhatikan orang yang keluar dari lift tersebut. Ternyata lift tersebut membawa sang dosen, langsung saja ia menuju keruangannya dan menghampiri ku yang sedang berada di depannya.

“Permisi pak, saya hendak menanyakan nilai yang bapak berikan kepada saya,” sapa ku.

“Masuklah, ada apa dengan nilainya?” responnya.

“Nilai tugas saya nol pak,,,,” kata ku yang belum selesai bicara.

“Kamu mengerjakan tidak? Introspeksi diri dulu, jangan asal mengadu kepada saya,” bentaknya

Ku menjelaskan panjang lebar kalau tugas laporannya sudah ku kerjakan dan mengumpulkan hasil print out dikala sebelum UAS. Namun, jauh setelah UAS berlangsung, beliau meminta soft copy laporan yang telah dibuat. Diriku pun sudah merasa mengirimkan tugasnya.

“Di e-mail saya, kamu tidak mengumpulkan,” pungkasnya.

“Sebentar pak saya akan tunjukan kalau saya sudah mengirimnya,” bela ku.

Ketika di cek secara seksama, alamat e-mail yang ku kirim ternyata ada kesalahan. Salah satu huruf dalam menulis alamat e-email membuat tugas soft copy nya tak tersampaikan.

“Kamu salah e-mail tuh,” kata nya.

“Iya pak, tapi kan saya juga sudah mengerjakan dan sudah mengumpulkan hasil print out nya,” masih dalam pembelaan ku

“Iya tapi kamu terhitung tidak mengimkan soft copy nya ke e-mail saya, makanya saya beri kamu nilai nol,” jelas nya.

“Kalau boleh di cek hasil print out yang dikumpul, saya sudah mengerjakannya pak,” mohon ku.

Tumpukan-tumpukan tugas laporan mahasiswa memenuhi meja kerjanya, beliau kemudian mencari laporan ku yang sudah dibuat. Satu persatu beliau mencarinya, akhirnya ditemuilah tugas laporanku yang telah dibuat.

Nih pak, tugas laporan saya,” kata ku sembari tersenyum senang.

“Tetap saja kamu tidak mengirimkan soft copy nya,” ucapnya.

“Lantas untuk apa pak saya mengumpulkan print out laporan ini?” balas ku.

“Hmm.. sudah sana kamu terhitung tidak mengumpulkan tugas kalau soft copy nya tidak dikumpulkan. Lagi pula nilai yang sudah terinput tidak bisa diperbaiki,” tegasnya.

“Baik pak terima kasih,” kata ku dengan penuh kecewa.

Pekerjaan sia-sia dikala sudah mengerjakan tugas yang akhirnya tidak dinilai. Rasa kecewa yang sangat besar membendung dalam diri. Bagaimana tidak, bermula dari menentukan objek laporan, kemudian dengan bersusah payah mengumpulkan data-data dari para responden, serta mengolah data tersebut dan menghasilkan suatu kesimpulan yang dikemas dalam sebuah laporan, membutuhkan proses yang sangat panjang dalam mengerjakannya. Tenaga, pikiran, serta uang yang telah ku keluarkan rasanya tidak ternilai. Pengalaman ini membuat ku sangat belajar banyak ketika dalam mengirimkan tugas kepada dosen.

Fandi Prasetio

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *