Tak Efektif, PSBB Jakarta Terus Diperpanjang

lpmindustria – Jakarta terus melakukan perpanjangan PSBB karena masih tingginya angka kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta. Padahal, penerapan PSBB ini dinilai kurang efektif.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan telah mengumumkan perpanjangan masa PSBB keempat di DKI Jakarta. Dikutip dari laman detik.com pada artikel berjudul “Anies Perpanjang PSBB Jakarta, Bulan Juni Jadi Masa Transisi”, pertama kali, PSBB diberlakukan pada 10-24 April 2020. Kemudian, masa PSBB diperpanjang hingga 7 Mei 2020 dan diperpanjang lagi sampai 22 Mei 2020. Terakhir, diumumkan bahwa perpanjangan ke empat ini diterapkan sampai 4 Juni 2020. Dalam artikel cncbindonesia.com yang berjudul “PSBB DKI Diperpanjang, Ini Alasan Lengkap Anies”, Anies mengungkapkan PSBB kali ini adalah masa transisi. “Kami di Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 DKI Jakarta memutuskan untuk menetapkan status PSBB di Jakarta diperpanjang dan ditetapkan sebagai masa transisi,” ujarnya.

Adapun alasan Anies melakukan perpanjangan PSBB yang keempat ini karena masih banyaknya kasus yang terjadi di DKI Jakarta. Dilansir dari laman detik.com sebelumnya, hal serupa juga ditegaskan oleh Anies. Ia mengatakan jika masih ada wilayah di DKI Jakarta yang memiliki angka kasus positif yang tinggi. Ia juga menuturkan bahwa sanksi pelanggaran pembatasan tetap berlaku. “Dalam masa transisi, sanksi pelanggaran pembatasan tetap berlaku dan akan ditegakkan,” ungkapnya. 

Mengingat penurunan kasus positif Covid-19 di Jakarta pada masa PSBB pertama, mungkin alasan demikian merupakan alasan yang cukup baik untuk menekan angka kasus positif di daerah ini. Namun sejak perpanjangan PSBB yang kedua, hal tersebut sudah tidak efektif lagi. Bahkan, kasusnya semakin meningkat.

Ketidakefektifan tersebut dapat dilihat dari hasil riset yang dilakukan kumparan.com. Dalam hasil riset tersebut ditemukan aktivitas publik di DKI Jakarta justru semakin tinggi selama masa PSBB tahap kedua (24 April-22 Mei 2020). “Tetapi, kenaikan jumlah yang tinggal di rumah hanya mendekati 0,6 saja dan cenderung menurun. Maka, penurunan kasus tertahan dan kurva mendatar. Selama Ramadhan, penduduk juga cenderung keluar rumah, ngabuburit, dan cari takjil misalnya,” kata Pandu Riano selaku Peneliti dan Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI).

Untuk menanggulangi ketidakefektifan penerapan PSBB, pemerintah DKI Jakarta dapat menggunakan solusi penerapan New Normal yang telah menjadi kebijakan pemerintah pusat. Anjuran ini pun telah disampaikan langsung oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) karena dinilai efektif untuk diterapkan, sebagaimana yang tertera di laman nasional.okezone.com, melalui berita yang berjudul “Pakar Kesehatan Nilai New Normal Efektif Diterapkan di Jakarta pada Juli”. 

Selain itu, penerapan New Normal juga harus memperhatikan kesiapan dari segala bidang. Seperti yang diungkapkan dalam artikel di atas, Hermawan Saputra selaku Pakar bidang Kesehatan dan Pengamat Kebijakan Kesehatan Indonesia mengatakan bahwa untuk penerapannya, pemerintah perlu melihat kesiapan infrastruktur dan mengevaluasi perilaku masyarakat termasuk konsekuensinya.

Terakhir, harmonisasi antara pemeritah pusat, pemerintah sekitar DKI Jakarta, dan masyarakat juga sangat diperlukan pada penerapan New Normal. Hal tersebut juga didukung oleh perkataan Hermawan, “Untuk penerapan New Normal di DKI Jakarta khususnya tidak hanya angka epidemiologi seperti angka reproduksi virus dan RO. Tidak juga hanya laju Orang dalam Pemantauan (ODP), Pasien dalam Pemantauan (PDP), dan Orang Tanpa Gejala (OTG).”

 

Mutiah Kusuma Sari

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *