Buntut Gila Kerja Para Pekerja Muda

lpmindustria.com – Pecandu kerja yang mementingkan pekerjaan dibanding hal penting lain sudah menjadi gaya hidup bagi beberapa orang. Fenomenanya terus berkembang ke generasi berikutnya hingga menjadi budaya kurang menyehatkan.

Hustle culture atau yang dapat diartikan sebagai budaya gila kerja merupakan terminologi baru di dunia profesional dan sedang berkembang belakangan ini. Hal itu diungkapkan oleh Gita Savitri dalam video di kanal Youtube-nya. ”Hustle culture adalah suatu gaya hidup dimana seseorang itu harus sibuk dan kerja terus bagaimana, dimana, dan kapan pun.  Baik akhir pekan maupun hari libur, pokoknya harus bekerja keras setiap hari,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa semenjak bisnis membangun perusahaan rintisan menjadi tren di kalangan anak muda, melakukan gila kerja dianggap sebagai suatu hal keharusan. ”Fenomena ini gue perhatikan semakin terlihat sejak zaman start up, pokoknya zaman Silicon Valley begitu lah. Ketika kewirausahaan, terutama di kalangan anak muda mulai naik. Orang-orang jadi terobsesi ingin seperti Steve Jobs dan Mark Zuckerberg,” ungkap Gita dalam video berjudul “Everything Wrong with Hustle Culture, Beropini Episode 56”.

Menurutnya, beberapa figur terkenal seperti Elon Musk yang menjadi seorang pengusaha dan founder (baca: pendiri) dari beberapa perusahaan teknologi terkenal juga ikut membesarkan budaya gila kerja ini. Ia mengutip pernyataan Elon dari akun Twitter-nya bahwa orang yang cuma kerja empat puluh jam per minggu tidak akan bisa mengubah dunia. Lebih lanjut, Elon menuliskan kalau kita mencintai apa yang kita kerjakan, maka hal tersebut tidak akan terasa seperti pekerjaan.

Raymond Chin selaku Chief Executive Officer (CEO) Ternak Uang, sebuah platform edukasi finansial untuk meningkatkan literasi masyarakat Indonesia, memberi tahu dalam video di kanal Youtube-nya bahwa beberapa perusahaan raksasa di China juga ikut mempopulerkan budaya gila kerja yang dikenal dengan sebutan 996, yaitu bekerja dari jam sembilan pagi sampai jam sembilan malam selama 6 hari. Istilah itu dipopulerkan oleh pendiri perusahaan Alibaba yaitu Jack Ma pada  wawancara yang dilakukan perusahaannya. Konsep kerja keras yang sempat menjadi kontroversi itu akhirnya terbawa ke perusahaan lain di China.

Namun menurut Raymond, kebanyakan orang hanya melihat dari sisi negatifnya dan tidak dengan sisi positifnya. ”Inovasi-inovasi terbesar, disruptif terbesar di dunia, itu pasti di belakangnya ada orang yang kerja keras gila-gilaan”, ungkapnya pada video pribadinya yang membahas tentang hustle culture. Ia menambahkan bahwa orang-orang tersebut mengorbankan beberapa waktu di hidup mereka agar bisa berdampak luas bagi dunia.

Walaupun begitu, dampak negatif akan dirasakan oleh beberapa orang yang mengikuti gaya hidup gila kerja seperti ini, salah satunya pada aspek kesehatan mental. Seperti yang diungkapkan oleh Andri selaku dokter spesialis kejiwaan dalam kanal Youtube Mako Talk bahwa ada beberapa orang yang terjebak dalam situasi harus terus bekerja, sehingga pada awalnya mungkin terjadi burnout (baca: stres berat) dan akhirnya menjadi gejala gangguan kejiwaan. Hal tersebut juga didukung dengan sebuah studi dalam jurnal Occupational Medicine yang mengatakan bahwa orang dengan jam kerja yang lebih panjang, berapa pun usianya, cenderung mengalami gangguan kecemasan, depresi, serta gangguan tidur.

Maka dari itu, penerapan work life balance atau keseimbangan dalam menjalani kerja dan kehidupan lainnya menjadi penting agar tidak mengalami dampak negatif dari hustle culture. “Terkadang kita tuh membuang-buang waktu dengan melakukan hal-hal yang tidak perlu, seolah-olah itu di dalam jam kerja, tapi sebenarnya itu tidak dilakukan seharusnya. Jadi akhirnya malah produktivitas kerjanya seolah-olah panjang tapi tidak bagus gitu”, jelas Andi dalam webinar bertajuk “Hustle Culture dan Toxic Positivity”.

Penulis: Luqman Aradhana
Editor: Artha Julia

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *