GERWANI: Organisasi Feminis Di Masa Orde Baru

lpmindustria.com – Gerwani merupakan organisasi wanita yang dimusnahkan bersamaan dengan peristiwa 1965. Organisasi ini telah mengalami berbagai penyiksaan dan kekerasan. Pada masanya, Gerwani berjuang agar para wanita mendapatkan hak-haknya.

Dilansir dari antaranews.com, Gerwani atau Gerakan Wanita Indonesia merupakan organisasi feminis yang terpengaruh oleh retorika Soekarno yang mana ideologi mengenai Gerwani dikaitkan dengan G30S/PKI. Sri Sulistiawati seorang Mantan Gerwani mengungkapkan bahwa Gerwani adalah organisasi yang mandiri dan tidak tergantung dengan PKI. Menurut komnasperumpuan.go.id, pada masa Peristiwa 1965, anggota Gerwani dan perempuan-perempuan lainnya yang dianggap berafiliasi dengan PKI, menjadi sasaran kejahatan sistematis, antara lain, pembunuhan, penghilangan paksa, penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, dan kekerasan seksual.

Dalam laman revolusioner.org, setelah peristiwa 30 September terjadi Genosida yang membantai orang-orang yang bersalah untuk membangun fondasi orde baru. Pada masa itu Gerwani sebagai organisasi perempuan yang diindikasikan dekat dengan PKI turut dihancurkan, Peristiwa tersebut membuat 1,5 juta anggota organisasi itu ikut ditumpas.

Tidak hanya penyiksaan, pembunuhan dan perbuatan keji lainnya, tetapi juga dengan serangkaian fitnah. Fitnah tersebut menyatakan bahwa Gerwani adalah kumpulan perempuan-perempuan bermoral bejat, liberal dalam tradisi, dan terutama ikut barisan pendukung pembunuhan tujuh jenderal. Secara terus menerus Gerwani digambarkan telah melakukan kekejaman. Kebohongan ini selalu dibangun, diulang-ulang dan menjadi bagian dari rangkaian sejarah Indonesia sepanjang kekuasaan Orde Baru. 

Melihat dari sejarahnya, Gerwani merupakan salah satu dari sekian banyak organisasi perempuan yang berhasil tumbuh dengan kuat sebelum 1965. Dilansir dari revolusioner.org, Organisasi perempuan ini membedakan diri dengan perhatiannya terhadap hak-hak kaum buruh dan tani perempuan. Gerwani adalah simbol perlawanan perempuan terhadap penguasa. Tidak heran, bila penguasa menganggap Gerwani sebagai sasaran yang wajib dibasmi sampai ke akarnya, karena politiknya yang revolusioner.

Gerwani berasal dari Gerakan Wanita Indonesia Sedar (Gerwis) yang didirikan tahun 1950. Gerwis merupakan gabungan dari beberapa organisasi wanita yang ada, yakni Rukun Putri Indonesia (Rupindo-Semarang), Persatuan Wanita Sedari-Surabaya, Isteri Sedar-Bandung, Gerakan Wanita Indonesia (Gerwindo-Kediri), Wanita Madura, dan Perjuangan Putri Republik Indonesia-Pasuruan.

Pada dasawarsa akhir 1950,  Gerwis hanya beranggota 500 orang perempuan. 4 tahun kemudian meningkat menjadi 80.000 anggota. Lewat Kongres pertamanya pada tahun 1954, Gerwis memutuskan untuk mengubah nama menjadi Gerwani. Hal tersebut sejalan dengan politik PKI, dimana Gerwani membanting setir yang pada awalnya organisasi kader menjadi organisasi massa perempuan.

Keterlibatan Gerwani dalam kancah politik nasional menandai level politik gerakan perempuan pada masanya. Seperti PKI yang punya koran Harian Rakjat, Gerwani punya koran politik Berita Gerwani dan Api Kartini. Lewat koran, anggota dapat mendiskusikan masalah yang mereka hadapi, seperti perjuangan penghapusan poligini, cuti haid, upah yang setara untuk kerja yang sama yang dilakukan oleh laki-laki dan lain sebagainya. Dalam Api Kartini, dikritiki juga masalah pengaruh buruk film-film yang diimpor dari budaya Barat yang liberal dan bermutu rendah.

Di sepanjang tahun 1961, tahun-tahun yang penuh gejolak, dimana harga-harga barang melambung dengan harga tidak masuk akal, Gerwani tampil di baris depan, tidak hanya berteriak di pinggir. Di kota-kota, mereka beraliansi dengan SOBSI, menyelesaikan persoalan kaum buruh. Jika ada buruh wanita dipecat karena menggunakan hak cuti haidnya, maka Gerwani dan SOBSI bergerak menyelesaikan soal ini bersama.

Menurut komnasperempuan.go.id, Kebenaran tentang rangkaian peristiwa September 1965 masih terselubung. Namun, Komnas Perempuan dapat menyatakan bahwa versi resmi dari kejadian 1965 tidak menggambarkan gelombang kekerasan yang dikerahkan oleh aparat negara, sesudah pembunuhan tujuh perwira tinggi TNI pada 30 September 1965.

Komnas Perempuan percaya bahwa Gerwani menjadi target sebuah propaganda hitam yang dibuat untuk menghancurkan secara total kelompok politik ini. Komnas Perempuan menemukan bukti yang kuat bahwa perempuan telah menjadi korban kejahatan terhadap kemanusiaan berbasis gender, dalam konteks penyerangan terhadap masyarakat sipil dalam skala masif.

Penulis : Mohamad Riza Saputra

Editor : Az-zahra Nurwanda

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *