lpmindustria.com – Beberapa orang tua tanpa disadari sudah melakukan pola asuh yang dapat melukai psikologis anak. Salah satunya, para orang tua ini menganggap anak bukanlah manusia independent yang boleh mengambil keputusan sendiri. Hingga akhirnya, hal tersebut dapat menimbulkan dampak negatif pada anak tersebut.
Dikutip dari Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran berjudul “Karakteristik Toxic Parenting Anak dalam Keluarga” menjelaskan bahwa toxic parenting (baca: pengasuhan beracun) adalah pola pengasuhan yang dilakukan oleh keluarga terutama orang tua yang salah atau keliru, dimana para orang tua tanpa sadar melakukan pola asuh tersebut, sehingga dapat melukai psikologis anak. Orang tua yang menerapkan pola asuh ini disebut toxic parents, mereka lebih mengedepankan keinginan sendiri, tidak peduli dengan perasaan dan pendapat anak, mengatur semaunya sendiri tanpa memperdulikan jika anak-anak juga memiliki hak atas kehidupannya sendiri.
Dr. Susan Forwad dalam bukunya yang berjudul Toxic Parents: Overcoming Their Hurtful Legacy and Reclaiming Your Life, menyebutkan bahwa yang dikategorikan sebagai orang tua toxic mempunyai ciri-ciri diantaranya, memperlakukan anak mereka seperti orang yang bodoh, terlalu melindungi anaknya sehingga anaknya merasa terkekang, terlalu membebani anak dengan rasa bersalah dengan mengungkit kesalahan anak terus menerus, mengatakan kata-kata yang membuat anak tidak percaya diri dan merasa tidak dicintai serta sebagian orang tua yang toxic terkadang juga memukul anaknya ketika anak membuat kesalahan.
Dilansir dari laman pupensos.kemensos.go.id, orang tua yang melakukan toxic parenting terhadap anaknya menganggap anak sebagai alat, investasi dan sebagai hal yang seharusnya dapat menguntungkan orang tua yang telah mengandung dan membesarkan mereka. Para toxic parents menganggap anak bukan manusia independen yang boleh mengambil keputusan sendiri. Dalam pola pengasuhan ini, orang tua mengatur anak sesuai dengan kemauannya tanpa menghargai perasaan dan pendapat sang anak. Selain itu, orang tua akan selalu menyoroti kesalahan anak.
Dikutip dari Jurnal berjudul “Karakteristik Toxic Parenting Anak dalam Keluarga” menjelaskan bahwa sikap egois orang tua yang selalu dilakukan pada anak adalah menekan, mengkritik, menyuruh anak, dan membatasi anak. Demi membuat orang tua bahagia, anak harus melakukan apa yang disuruh orang tuanya, tanpa memikirkan psikologis anak, apakah anak bahagia atau tidak, dan toxic parents cenderung membuat anak bertanggung jawab membalas budi orang tuanya. Misalnya, orang tua menyuruh anak supaya belajar untuk bisa masuk sekolah favorit agar masa depannya lebih baik. Hal tersebut merupakan ego para toxic parents supaya merasa dibanggakan oleh lingkungan sosialnya. Padahal anak-anak juga butuh bersosialisasi dengan teman-temannya agar mereka bisa berkembang secara jasmani dan rohani. Dengan pola asuh seperti ini maka akan banyak dampak ke sisi negatif pada tumbuh kembang anak.
Dilansir dari antaranews.com anak yang mengalami toxic parenting berpotensi menjadi pribadi yang tidak percaya diri dan penakut. Ketika anak tersebut disebut dewasa, hal itu akan berdampak pada ketidakmampuan untuk bertanggung jawab terhadap apa yang dipilih atau ditekuni, dikarenakan terbiasa diarahkan dan diatur secara agresif oleh orang tua.
Ketua Program Studi Terapan Fakultas Psikologis Universitas Indonesia (UI), Dr. Rose Mini Agoes Salim mengatakan bahwa “Kemampuan bertanggung jawab juga jadi melemah atau kemungkinan apa yang dilakukan untuk menyelesaikan tanggung jawabnya tapi karena takut pada orang tuanya saja,”
Dikutip dari laman pupensos.kemensos.go.id, Anak yang dibesarkan dalam kondisi pengasuhan yang toxic dapat tumbuh menjadi sosok yang sulit menghargai diri sendiri. Hal seperti ini sangat erat kaitannya dengan rasa kepercaya diri sehingga saat tumbuh dewasa nanti akan sangat sulit menghargai diri sendiri dan dapat dikatan anak memiliki self esteem (baca: harga diri) yang rendah. Kondisi seperti ini akan membentuk menjadi seseorang yang selalu menyalahkan diri sendiri hingga dewasa nanti.
Pola asuh yang salah akan membawa dampak buruk bagi anak. Oleh karena itu, sebagai orang tua harus mengetahui cara agar bisa terhindar dari toxic parenting misalnya menerapkan positive parenting (baca: pengasuhan positif) yang bisa dilakukan seperti mengenal perilaku anak, memberikan kesempatan kepada anak, mengendalikan emosi dan menjalin komunikasi yang baik. Orang tua juga perlu menjadi pendengar yang baik bagi anak dan menghargai setiap pendapat dan privasi anak. Karena seiring bertambahnya usia anak, maka akan memiliki privasi atas dirinya sendiri dan layak menentukan pilihannya maka orang tua perlu mendukung hal tersebut.
Menurut Psikolog sekaligus Dosen Psikologi Islam IAIN Kediri, Tatik Imadatus Sa’adati, M. Psi, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah atau memutus mata rantai toxic parenting yaitu meminta maaf kepada anak, menurunkan eskpektasi, mengelola stress dan membangun komunikasi yang efektif.
Penulis : Fifi Febriyanti
Editor : Rahma Dhini