Tantangan Pendidikan Vokasi di Tengah Kemajuan Teknologi dan Revolusi Industri 4.0

lpmindustria.com – Pendidikan vokasi terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Namun, di tengah perkembangan tersebut, terdapat tantangan dalam menyiapkan lulusan yang siap kerja di era Revolusi Industri 4.0. Dalam persiapannya, diperlukan kolaborasi antara pemerintah dan industri untuk meningkatkan kualitas pendidikan vokasi, termasuk penyediaan sarana praktik serta penguatan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar.

Pendidikan vokasi mengalami perkembangan yang sangat pesat selama satu dekade terakhir, terbukti dengan terjadinya peningkatan jumlah peserta didik baru di bidang vokasi sebesar 158% dari tahun 2001 sampai 2010. Pendidikan vokasi merupakan model pendidikan yang mengusung keunggulan berupa 70% praktek dan 30% teori dengan harapan dapat menjadi salah satu jawaban atas permasalahan penyiapan lulusan perguruan tinggi dengan keahlian terapan yang dibutuhkan oleh pasar tenaga kerja.

“Berdasarkan BPS (Badan Pusat Statistik), data lulusan yang bekerja satu tahun setelah kelulusan itu, SMK dalam tiga tahun terakhir naik dari 32,1% di tahun 2021 kemudian angkanya menjadi 38,4% di tahun 2023. Begitu juga diploma naik dari 50,2% menjadi 58,6% pada tahun yang sama,” ucap Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Suharti.

Terdapat lima tipe pendidikan vokasi di Indonesia, yaitu Sekolah Menengah Kejuruan dan Madrasah Aliyah Kejuruan,  Akademi Komunitas,  Politeknik, Universitas, dan Balai Latihan Kerja. Pendidikan vokasi ini berada di bawah pembinaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan sebagian berada di bawah departemen teknis dari kementerian seperti halnya pada perguruan tinggi kedinasan yang dikelola oleh Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian dsb.

Saat ini, sebagian besar pendidikan vokasi di Indonesia, baik pada level menengah maupun pendidikan tinggi, menggunakan sistem berbasis pemodelan yang didukung oleh industri. Model pendidikan yang menghubungkan dunia pendidikan dan industri ini menghasilkan lulusan dengan peluang yang lebih besar untuk diterima di dunia kerja. Namun, pada kenyataannya, jumlah orang yang dapat diterima oleh industri tidak sebesar jumlah lulusan yang dihasilkan oleh pendidikan vokasi, sehingga proses seleksi masih diperlukan. Oleh karena itu, pendidikan vokasi terus berkontribusi terhadap tingginya angka pengangguran di Indonesia.

Permasalahan dalam pendidikan vokasi sebenarnya muncul ketika harus memenuhi tuntutan dunia usaha dan industri terhadap kualitas lulusan yang siap kerja, bukan sekadar siap untuk pelatihan. Penguatan keterampilan kerja yang lebih mendalam diperlukan, melebihi sekadar pemahaman teori atau ilmu pengetahuan. Salah satu permasalahannya adalah kebutuhan akan sarana dan prasarana praktik yang sangat besar dalam pendidikan kejuruan. Selain itu, sulit menemukan akademisi dengan latar belakang praktisi karena keahlian mereka yang sangat spesifik dan sangat dibutuhkan oleh dunia industri, sehingga harga mereka di pasar tenaga kerja cukup tinggi.

“Pemerintah sudah mulai membangun dengan regulasi Peraturan Presiden Nomor 68 tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan dan Pelatihan Vokasi. Harapannya kita dorong melalui vokasi ini, kebutuhan-kebutuhan di sektor lapangan pekerjaan bisa diisi dengan jenjang pendidikan vokasi,” ucap Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko PMK Nunung Nuryartono.

Berdasarkan fenomena terkait biaya pendidikan tersebut, peran pemerintah dan industri dalam mendukung terselenggaranya pendidikan vokasi yang lebih hemat biaya menjadi sangat penting. Apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan industri? Pertama, pemerintah dan industri dapat berkontribusi dalam penyediaan peralatan praktik bagi mahasiswa. Pemerintah, dengan kekuatan sumber dana yang cukup besar di sektor pendidikan, tentu dapat mendukung upaya ini.

Kedua, terkait dengan kebutuhan tenaga pendidik yang berlatar belakang profesi, dapat dilakukan dengan memberikan pengakuan terhadap pengalaman profesional yang disetarakan dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) Level 8, sehingga memenuhi persyaratan untuk menjadi dosen di perguruan tinggi. Selain itu, diperlukan juga upaya peningkatan kompetensi melalui pengiriman dosen pendidikan tinggi vokasi untuk mengikuti program pengembangan di kampus lain, baik di dalam maupun luar negeri.

Melihat situasi pendidikan vokasi di Indonesia saat ini, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan vokasi kita secara umum sudah baik, tetapi masih ada hal yang perlu dilakukan perbaikan. Beberapa hal yang masih menjadi titik lemah pendidikan vokasi di Indonesia adalah kebutuhan akan tenaga pendidik yang berkualitas, kelengkapan sarana prasarana seperti yang digunakan oleh industri di lapangan, kurikulum yang senantiasa perlu beradaptasi dengan perubahan zaman, dan pembekalan karakter bagi lulusan agar memiliki soft skills yang diharapkan oleh industri.

Penulis: Muhammad Fathur Achsan
Editor: Najla Aulia

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *