lpmindustria.com – Yakuza yang dikenal karena kelakuan bengisnya ternyata sangat peduli kepada negerinya. Hal itu terlihat dari aksi cepat tanggap Yakuza kepada korban bencana alam di Jepang.
Mafia Jepang atau yang lebih dikenal dengan sebutan Yakuza adalah sindikat kejahatan terorganisasi di Jepang. Menurut Britannica.com, istilah Yakuza digunakan untuk individu atau kelompok penjahat yang melakukan kejahatan terorganisir di Jepang. Yakuza sendiri mengadopsi penampilan seperti samurai yang memiliki tato disekujur tubuhnya. Mereka terlibat didalam pemerasan, penyelundupan, perdagangan narkoba, hingga mengendalikan industri-industri utama di Jepang.
Yakuza sendiri awalnya berasal dari kaum ronin (baca: samurai tak bertuan) yang awalnya disebut hatomoyakko (baca: pelayan shogun atau pejabat). kondisi kehidupan yang tak menentu membuat sebagian ronin memutuskan untuk menjadi penjahat. Dengan adanya penjahat ini membuat beberapa kota kecil di Jepang membentuk satuan tugas kecil dari berbagai profesi yang disebut machi-yokko. Namun, setelah berhasil meredam kejahatan dari para ronin machi-yokko banyak yang membelot dan berubah menjadi tekiya (baca: pedagang curang) dan bokuto (baca: penjudi). Banyaknya kejahatan tersebut yang menjadi asal mula identitas kultural yakuza.
Dikutip dari tirto.id, kata ‘yakuza’ sendiri berasal dari permainan tradisional Jepang yaitu Oichu-Kabu yang mirip Blackjack, dengan ejaan ya-ku-za yang artinya (delapan-sembilan-tiga), yang mengandung makna kehilangan tangan. Karena itu, setiap anggota yakuza yang bersalah akan diberi hukuman yubitsume yang artinya memotong jari sendiri. Mirip seperti Mafia di Italia, hirarki yakuza seperti sebuah keluarga. Pemimpin geng disebut oyabun yang artinya bos atau orang tua, dan pengikut dikenal sebagai kibun yang artinya anak didik atau murid.
Terlepas dari yakuza yang terkenal dengan kejahatannya, ia selalu menjadi yang pertama dalam membantu masyarakat Jepang yang sedang dilanda musibah. Tahun 1995 ketika wilayah Kobe di Jepang dilanda gempa bumi yang menewaskan lebih dari 6000 orang dan sekitar 40.000 orang luka-luka, sindikat terbesar yakuza, yaitu Yamaguchi-gumi dengan cepat langsung mendistribusikan makanan dan minuman kepada warga. Lalu 16 tahun kemudian pada Maret 2011, tiga sindikat terbesar yakuza yaitu Inagawa-kai (ketiga terbesar), Sumiyoshi-kai (kedua terbesar) dan Yamaguchi-gumi (terbesar) memberi bantuan kepada Tohoku yang dilanda tsunami dan gempa pada saat itu.
Inagawa-kai membantu dengan memberikan makanan, minuman dan keperluan sehari-hari ke beberapa wilayah bencana. Sumiyoshi-kai memberikan jaminan keamanan bagi seluruh pengungsi dan mendirikan beberapa tenda darurat. Sedangkan Yamaguchi-gumi membuka tempat donasi dan mengirimkan berton-ton truk bahan bantuan. Oleh karena itu, tidak sedikit warga Jepang yang masih mengagumi dan menoleransi tindakan mereka terutama anak muda.
Hal itu diperkuat oleh riset dari National Police Agencies (NPA) Oktober 2010. Dari hasil riset, terungkap bahwa satu dari sepuluh orang berusia di bawah 40 tahun mengatakan keberadaan yakuza layaknya “kejahatan yang diperlukan”. Riset tersebut dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama warga yang berusia diatas 50 tahun dan kelompok kedua warga yang berusia di bawah 40 tahun. 75 persen pertama menyebut yakuza adalah kelompok anti sosial yang tidak boleh ada dimasyarakat. Sedangkan 22 persen bersikap biasa saja, dan 3 persen mengatakan keberadaan yakuza bukan hal yang buruk. Sementara kelompok kedua, 65 persen mengatakan bahwa yakuza bukanlah organisasi yang harus dihilangkan oleh masyarakat. Lalu 35 persen merasa tidak nyaman dengan keberadaan yakuza.
Berdasarkan riset dari NPA pada 2017, menunjukkan bahwa jumlah tindak kejahatan di Jepang pada tahun 2017 banyak dilakukan oleh warga Vietnam yaitu 5.140 kejahatan. Sementara tindak kriminal yang memiliki keterlibatan dengan yakuza hanya delapan insiden saja, turun drastis dari tahun sebelumnya yaitu 42 kejahatan. Hal ini juga disebabkan oleh penurunan jumlah anggota yakuza pada 2017 yang hanya 34.500 orang, turun 4.600 orang. “Banyak anggota yakuza yang meninggalkan sindikat karena ketatnya kontrol polisi untuk menghapuskan kelompok kejahatan yang terorganisir,” ungkap NPA.
Oktario Tommy Saputra