Kesetaraan Gender Membentuk Masa Depan Lebih Baik

lpmindustria.com,- Budaya patriarki sampai saat ini masih dianut di Indonesia. Hal itu membuat stigma perempuan di masyarakat dalam hal pendidikan dan karir menjadi terbatas. Perkembangan kesetaraan gender di Indonesia yang semakin baik, mengikis kesenjangan gender pada akses pendidikan dan tata sosial.

Dikutip dari laman elearning.menlhk.go.id, konsep kesetaraan gender merujuk pada kesetaraan laki-laki dan perempuan untuk menikmati rangkaian lengkap hak-hak politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Konsep ini juga merujuk pada situasi dimana individu tidak ditolak aksesnya, tidak dirampas hak-haknya karena jenis kelamin. Dikutip dari Buku Edukasi Keuangan, kesetaraan gender menurut UNESCO adalah suatu kondisi dimana laki-laki dan perempuan bebas mengembangkan kemampuan personal dan membuat pilihan tanpa dibatasi stereotype peran gender yang kaku.

Laksmi Ambarwati, salah satu dosen di Politeknik STMI Jakarta mengatakan bahwa dalam kesetaraan gender baik perempuan ataupun laki-laki tetap memiliki hak, tanggung jawab serta kesempatan yang sama.  “Kesetaraan gender bukan hanya untuk perempuan saja, perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama, tanggung jawab dan kesempatan yang sama serta membuat keputusan terhadap diri mereka yang terbaik, juga berhak untuk berkontribusi terhadap masyarakat dan sosial di sekitarnya.” Jelasnya saat diminta pendapatnya mengenai kesetaraan gender melalui virtual meeting.

Namun, pandangan mengenai kesetaraan gender ini masih sulit diterima oleh sebagian masyarakat di Indonesia. Hal itu disebabkan oleh masih kentalnya budaya patriarki yaitu budaya yang mengedepankan laki-laki dibandingkan perempuan dimana adanya stigma (baca: pandangan buruk) terhadap perempuan, seperti seorang perempuan seharusnya hanya berurusan dengan dapur atau rumah tangga. Menurut Hanun Aulia, seorang public relation di perusahaan Female in Action (FIA), dia pun juga pernah mendapat stigma bahwa perempuan tidak boleh bersekolah tinggi-tinggi karena takut nantinya laki-laki akan minder jika dia bersekolah hingga doktor.

Masyarakat yang menganut budaya patriarki, sering memposisikan perempuan di area domestik saja yaitu rumah tangga. Sehingga jika perempuan mencoba untuk membebaskan diri dari stigma tersebut, masyarakat akan menganggapnya sebagai tindakan ambisius dan menyalahi kodrat. Laksmi pun membenarkan bahwa stigma perempuan di masyarakat terbentuk karena adanya budaya patriarki dimana perempuan hanya memiliki peran di rumah dan di dapur padahal seharusnya stigma ini perlu dihilangkan.

“Stigma perempuan di masyarakat sebenarnya sudah berlangsung lama, karena budaya yang ada di Indonesia adalah budaya patriarki jadi menganggap perempuan itu hanya berurusan dengan dapur dan rumah tangga, jadi ketika perempuan memutuskan untuk bersekolah tinggi, memutuskan untuk bekerja atau berkarir kadang mendapat pandangan negatif.” Jelas Laksmi Ambarwati.

Karena stigma terhadap perempuan tersebut, banyak tokoh perempuan yang tergerak untuk memperjuangkan keadilan hak kaumnya dalam kesempatan yang sama pada pendidikan dan sosial-politik. Salah satunya tercatat dalam sejarah tentang tokoh R.A. Kartini sebagai pejuang kaum wanita untuk memperoleh hak mengenyam pendidikan. Dikutip dari buku 100 Tahun Feminisme Indonesia, selain R.A. Kartini ada salah satu tokoh wanita bernama Rohana Kudus (1884-1972), wartawan perempuan pertama dari Minangkabau, Sumatra Barat, yang mengasuh surat kabar Soenting Melayu pada 1912. Surat kabar tersebut pada masa itu sudah sangat progresif dan kritis karena mengangkat isu-isu sensitif seperti masalah adat yang tidak ramah perempuan, poligami, perlunya pendidikan dan keterampilan untuk perempuan, dan sebagainya.

Selain dua tokoh tersebut, ada beberapa tokoh perempuan yang berprestasi untuk membuktikan bahwa perempuan bisa berkontribusi diluar dapur dan rumah tangga. Dikutip dari buku 100 Tahun Feminisme Indonesia, Sri Mulyani adalah salah satu yang patut dicatat sebagai state feminism atau femokrat. Femokrat ini julukan bagi mereka  para feminis yang bekerja dari dalam aparatus negara untuk memajukan hak-hak perempuan, kebijakan pro-perempuan, dan representasi politik itu sendiri. Sri Mulyani berhasil mempromosikan kebijakan-kebijakan yang sensitif gender. Sebelum menjabat sebagai Menteri Keuangan, ia menjabat sebagai Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) yang berhasil menggulirkan Rencana Perencanaan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang menekankan kebijakan pemberdayaan perempuan, yaitu salah satunya adalah memperbaiki kualitas hidup dan peran perempuan dalam sektor pembangunan.

Menurut Hanun ada beberapa perempuan selain Sri Mulyani yang berjuang melalui prestasinya.  “Beberapa contoh perempuan berpengaruh yang saya tahu di Indonesia, seperti Susi Susanti pebulu tangkis perempuan yang mendapat juara di olimpiade, keadaan itu sudah bisa mengubah mindset kalau perempuan nih bisa juara di olimpiade nggak hanya nyuci dan masak. Satu lagi contoh Susi Pudjiastuti, perempuan bisa jadi menteri kelautan dengan keberanian dan ketegasannya dalam membuat kebijakan.” Jelas Hanun.

Dikutip dari kemenkeu.go.id, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kesetaraan gender tidak hanya penting dari sisi moralitas, keadilan, tetapi juga sangat penting dan relevan dari sisi ekonomi. Kesetaraan gender yang ditekankan adalah kesempatan yang sama bagi gender laki-laki dan perempuan dalam hal partisipasi ekonomi, kesetaraan akses pendidikan, kesehatan serta political empowerment atau pemberdayaan politik.

Hal ini juga dirasakan oleh Laksmi bahwa kesetaraan gender saat ini sudah semakin baik dan berharap kedepannya baik perempuan ataupun laki-laki dapat selalu memiliki kesempatan yang sama. “Kesenjangan gender pada saat ini masih ada tapi sudah lebih mengecil, jadi misalnya sudah jarang saat ini dibedakan gajinya antara karyawan perempuan dan laki-laki.” Tambahnya.

Dikutip dari laman kemenkopmk.go.id, seiring berjalannya waktu perempuan mulai bangkit dan berhasil membuktikan bahwasanya keberadaan mereka layak untuk diperhitungkan. Kecerdasan serta kepiawaian perempuan-perempuan Indonesia, tidak bisa lagi dianggap remeh karena telah turut berkontribusi terhadap pembangunan. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Menteri PPN/ Bappenas) menyebutkan bahwa kaum perempuan adalah aset, potensi, dan investasi penting bagi Indonesia yang dapat berkontribusi secara signifikan sesuai kapabilitas dan kemampuannya.

Penulis : Rahma Dhini
Editor : Az-Zahra Nurwanda

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *