Pentingnya Keterlibatan Perempuan dalam Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim

lpmindustria.com – Dalam menghadapi perubahan iklim perempuan lebih rentan untuk terdampak. Oleh karena itu, dibutuhkan keterlibatan mereka dalam persoalan terkait perubahan iklim.

Dalam hal perubahan iklim terkait bencana alam, perempuan merupakan kelompok yang paling rentan dan terdampak. Pada webinar bertajuk “Perempuan dan Iklim untuk Masa Depan yang Setara (Hari Perempuan Internasional 2021)”, Muhammad Ihsan selaku Asisten Deputi Kesetaraan Gender bidang Perumusan Kebijakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) Republik Indonesia (RI) memaparkan, 80% dari korban tsunami Aceh adalah perempuan (World Bank, 2008). Lalu mengenai kesehatan reproduksi, antara 15-20% dari perempuan mengalami komplikasi sebagai dampak bencana alam di Indonesia (UNFPA).

Kemudian, video yang diputar pada acara webinar tersebut menyebutkan bahwa perempuan juga mengalami dampak perubahan iklim yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kasus perempuan yang memiliki tantangan dalam mengakses berbagai sumber daya yang berharga, seperti lahan, pendidikan, dan pendanaan. Padahal, akses terhadap beberapa sumber daya itu diperlukan.

Menurut data Kementerian Keuangan, Indonesia telah membelanjakan sebanyak 8,7 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau 5,4% dari total anggaran negara untuk aksi iklim pada tahun 2018. Kendati demikian, di dalam video juga menjelaskan bahwa cara pendanaan tersebut sering tidak mempertimbangkan perempuan dan laki-laki atau masyarakat kaya dan miskin yang memiliki kebutuhan berbeda-beda.

Terkait dengan hal ini, hasil studi berjudul “Leveraging Climate for Gender Equality and Poverty Reduction” yang dilakukan Center for International Forestry Research (CIFOR) bersama United Nations Development Programme (UNDP) disebutkan bahwa belum adanya integrasi gender dalam perencanaan mitigasi dan adaptasi. “Pada aksi iklim ini, analisis gender itu masih belum dimasukkan di dalam perencanaan anggaran adaptasi dan mitigasi karena desain awal proyek memang lebih mengutamakan dampak lingkungan,” jelas Nining Liswanti, peneliti dari CIFOR pada webinar yang disiarkan melalui platform Zoom dan kanal Youtube UNDP.

Lebih lanjut lagi, Nining meneruskan bahwa hasil observasi di lapangan pun menunjukkan keterlibatan perempuan dalam pengembangan kapasitas tersebut masih kurang. Menurut video yang diputar, kurangnya keterlibatan ini dikarenakan oleh adanya tradisi dan budaya yang mengatur apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh perempuan. Selain itu, perempuan berkemungkinan tidak hadir dalam institusi dan pertemuan jika keputusan dibuat tentang dana publik dimanfaatkan. Bahkan jika perempuan hadir pun, pandangan dan pemikirannya mungkin tidak diperhitungkan secara serius.

Sedangkan, dalam video juga menjelaskan bahwa  perempuan dapat menjadi kekuatan besar di dalam masyarakat Apabila  mereka tidak dilihat hanya sebagai korban perubahan iklim. Mereka dapat berkontribusi dengan pengetahuan dan pekerjaan mereka yang menjadikan masyarakat dan rumah tangganya memiliki ketahanan terhadap perubahan iklim.

Selain itu, Amanda Katili selaku Manajer Climate Reality Project Indonesia memberikan pendapat yang serupa. Ia menuturkan meskipun perempuan memiliki kendala, mereka sudah aktif berkontribusi pada solusi iklim berdasarkan keahlian mereka. Oleh karenanya, memasukkan perspektif perempuan ke dalam pengambilan keputusan dan perencanaan tingkat tinggi akan membuka pintu bagi tindakan iklim yang semakin efektif.

Lalu, ia mengimbuhkan, “Perempuan ini setengah populasi dunia termasuk juga di Indonesia, keterlibatan perempuan akan mendorong jenis investasi domestik.” Lebih lanjut, pertumbuhan ekonomi ini jelas dapat membantu mendorong jenis investasi yang diperlukan untuk berhasil memerangi krisis iklim.

Tak berbeda, anggota Komisi VII DPR RI, Dyah Roro Esti, mengatakan hal yang sama. Ketika berbicara mengenai pembuatan kebijakan, sebuah studi menyatakan bahwa perempuan cenderung berpikir jangka panjang. Dengan demikian, hal ini menjadi penting khususnya ketika berbicara tentang cara mendorong pengembangan berkelanjutan. “Di mana, kita tidak hanya memikirkan mengembangkan negara Indonesia dari segi ekonomi saja, tetapi juga memperhitungkan sisi sosialnya,” terusnya.

Terakhir Dyah pun turut menyampaikan, “Perempuan itu mempunyai perhatian terhadap detail yang merupakan satu kelebihan.” Tak hanya itu, perempuan juga sensitif terhadap memperhitungkan kemungkinan dampak dari sebuah undang-undang yang dibuat, disahkan, dan dampaknya terhadap masyarakat ataupun sampai level mikro.

Penulis : Affifah Nasrillah
Editor : Silvia Andini

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *