Perubahan Iklim di Indonesia Berdampak Buruk terhadap Sektor Pertanian

lpmindustria.com – Meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca dan pemanasan global menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Hal ini berdampak pada sektor pertanian yang dapat menurunkan jumlah produksi ketahanan pangan

Melansir dari situs web bmkg.go.id, data dari 85 stasiun pengamatan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan normal suhu udara pada bulan Maret 1981-2010 adalah 26,7oC (range normal: 21,2oC -28,5oC). Namun pada Maret 2021, suhu udara rata-ratanya adalah 26,9oC. Dengan begitu terjadi anomali atau ketidaknormalan/ penyimpangan positif sebesar 0,2oC pada bulan tersebut.

Dikatakan pula, suhu udara pada Maret 2021 merupakan nilai anomali tertinggi ke-14 sepanjang periode data pengamatan sejak 1981. Tahun 2020 sendiri menempati urutan kedua tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0,7°C, sedangkan tahun 2019 berada di peringkat ketiga dengan nilai anomali sebesar 0,6°C.

Dikutip melalui laman ditjenppi.menlhk.go.id, perubahan iklim ini terjadi karena adanya peningkatan gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer yang menyebabkan efek Gas Rumah Kaca (GRK). Pertambahan konsentrasi tersebut disebabkan oleh berbagai kegiatan manusia. Dalam situs bbpp-lembang.info, penyebab utamanya adalah pertumbuhan industri dan penyusutan luas hutan sebagai penyerap GRK. Hal tersebut mengakibatkan adanya perubahan iklim global di seluruh belahan bumi.

Perubahan iklim ini menyebabkan banyak dampak negatif, yaitu peningkatan suhu udara, kenaikan permukaan air laut, dan pergeseran musim. Tak hanya itu, fenomena ini juga dapat mengakibatkan perubahan pola iklim ekstrem. Di antaranya adalah El Nino yang ditandai dengan musim kemarau panjang dan La Nina di mana musim hujan lebih lama dan sering dari biasanya.

Selain itu, perubahan iklim juga dapat mengancam ketahanan pangan negara di seluruh dunia. Contoh aktualnya adalah banjir parah di Thailand. Bencana tersebut menyebabkan negara ini menghentikan ekspor beras ke negara lain hingga berdampak pada kenaikan harga beras dunia.

Pada laman tersebut juga dijelaskan bahwa naiknya suhu udara akan memengaruhi tanaman karena peningkatan laju pernapasan (respirasi) dan penguapan (transpirasi), sehingga meningkatkan konsumsi air dan perkembangbiakan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang dapat menurunkan produktivitas tanaman. Peningkatan suhu udara ini juga mempercepat pematangan buah dan biji yang berujung dengan penurunan mutu tanaman.

Dikutip dari laman infopublik.id, dampak perubahan iklim ini akan dirasakan oleh semua sektor namun yang terbesar adalah sektor pertanian. Penurunan kualitas kesuburan dan daya dukung lahan akan menyebabkan produktivitas hasil pertanian juga ikut menurun. Begitu juga dengan ketersediaan air yang semakin terbatas dan kualitasnya yang semakin menurun menjadi penyebab anjloknya produksi pertanian.

Demi mengatasi dampak yang diakibatkan oleh perubahan iklim ini terdapat upaya yang bisa dilakukan dengan menggunakan strategi antisipasi, mitigasi, dan adaptasi. Melansir dari bbpp-lembang.info bahwa antisipasi merupakan penyiapan arah, strategi, program dan kebijakan dalam rangka menghadapi pemanasan global dan perubahan iklim ini. Beberapa program yang dilaksanakan antara lain penyusunan strategi serta perencanaan pengembangan infrastruktur (terutama jaringan irigasi), evaluasi tata ruang untuk pengaturan lahan (penyesuaian jenis tanaman dengan daya dukung lahan), . Selanjutnya, turut dilakukan pengembangan sistem informasi dan peringatan dini banjir serta kekeringan, serta penyusunan dan penerapan peraturan perundangan mengenai tata guna lahan dan metode pengelolaan lahan.

Selanjutnya, mitigasi adalah upaya memperlambat laju pemanasan global serta perubahan iklim melalui penurunan emisi serta peningkatan penyerapan GRK. Program ini lebih difokuskan pada aplikasi teknologi rendah emisi, yakni  varietas atau kelompok tanaman unggul dan jenis tanaman yang rendah emisi dan kapasitas absorpsi (baca: penyerapan) karbon tinggi, penyiapan lahan tanpa bakar, pengembangan dan pemanfaatan biofuel, penggunaan pupuk organik, berpestisida dan pakan ternak rendah emisi GRK. Selain itu juga, dalam upaya mitigasi ini dengan mempraktikkan hal-hal seperti mengurangi penyebaran partikel halus zat padat (aerosol), menghemat air dan energi, mendaur ulang barang-barang seperti plastik, kertas dan kardus, gelas serta kaleng.

Terakhir, adaptasi merupakan upaya penyesuaian teknologi, manajemen dan kebijakan di sektor pertanian dengan pemanasan global dan perubahan iklim. Program adaptasi lebih difokuskan pada aplikasi teknologi adaptif, terutama pada tanaman pangan, seperti penyesuaian pola tanam, penggunaan varietas unggul adaptif terhadap kekeringan, genangan/banjir, salinitas dan umur genjah lainnya yaitu penganekaragaman pertanian, teknologi pengelolaan lahan, pupuk, air, diversifikasi (baca: penganekaragaman) pangan dan lain-lain. Secara kelembagaan, program ini diarahkan untuk pengembangan sistem informasi seperti sekolah lapang iklim, sistem penyuluhan dan kelompok kerja (pokja) variabilitas dan perubahan iklim sub sektor pertanian serta pengembangan sistem asuransi pertanian akibat risiko iklim (crop weather insurance).

Penulis: Ela Auliyana
Editor: Silvia Andini

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *