Judul : Bicara Itu Ada Seninya
Pengarang : Oh Su Hyang
Penerbit : Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia)
Tahun Terbit : 2018
Kota Terbit : Jakarta
Jumlah Halaman : 238 Halaman
Genre : Non Fiksi
“Bicara itu Ada Seninya” merupakan buku karya Oh Su Hyang seorang dosen dan pakar komunikasi dari Korea Selatan, yang terbit pada tahun 2015 dan masuk Indonesia pada tahun 2018, serta pernah menjadi best seller dipasaran. Komunikasi merupakan hal yang dapat menunjukkan karakter seseorang dan menjadi hal yang penting untuk dapat bersaing sehingga pakar komunikasi Oh Su Hyang mengeluarkan buku ini yang berisikan pengalaman peningkatan diri, teknik-teknik komunikasi, persuasi, dan negosiasi. Didalam buku ini, penulis juga menjelaskan tentang bagaimana melatih logika ketika berbicara sehingga bicara tersebut memiliki isi (Makna yang dapat tersampaikan).
Stereotip orang-orang bahwasannya “Orang yang pandai berbicara itu karena bawaan dari lahir, sehingga jika sejak awal tidak mahir berbicara, maka hal itu tidak akan bisa diperbaiki” adalah pernyataan yang salah. Penulis menegaskan pada bagian prolog, sejak lahir ia tidak memiliki kemampuan bicara yang mumpuni, namun kemampuan bicara itu menjadi baik karena banyak berlatih, bahkan ia menghadapi trial and error dihadapan orang banyak.
Terdapat lima bab pada buku ini, pada bab pertama penulis mengungkapkan bagaimana cara melatih logika berbicara, dan mengajarkan untuk berlatih menyusun cerita agar lawan bicara tertarik mendengarkan lewat storytelling yang kita ucapkan. Gerakan nonverbal juga penting dalam berkomunikasi, sebab pakar komunikasi Albert Mehrabian menyebutkan dalam buku ini bahwasannya ucapan dipengaruhi 7% isi, 38% oleh suara, 55% oleh gerak tubuh.
Pada bab dua penulis memberikan saran kepada pembaca untuk menerapkan rumus komunikasi C = Q x P x R atau Communication = Question x Praise x Reaction. Penulis juga memberi saran untuk mengobrol 30 menit dalam sehari dan tertawa 20 menit sekali untuk menghindari kekakuan dan kebosanan. Terkadang persuasi juga diperlukan dalam berbicara, penulis memberikan rumus P = P x S x T atau Persuasion = Punch x Sympathize x Touch.
Pada bab tiga diungkapkan bagaimana plot yang kuat diperlukan dalam storytelling agar orang yang mendengar tidak merasa bosan. Pada buku ini disebutkan delapan unsur yang diperlukan untuk membangun plot yang kokoh, seperti yang dijelaskan dalam buku “20 Master Plots”. Tiga di antaranya yaitu tidak ada ketegangan, ciptakan ketegangan dengan daya konfrontasi, sifat tokoh harus berubah.
Pada bab empat tertulis sepuluh aturan komunikasi, salah satunya ialah “Tiga puluh detik di bibir sama dengan tiga puluh tahun di hati. Sepatah kata yang kita ucapkan mungkin saja akan mengubah kehidupan seseorang.” Selain itu, hal yang tidak kalah penting adalah irama dalam berbicara yang merupakan unsur yang kuat untuk menarik penonton, unsur tersebut seperti volume, kecepatan, intonasi, jeda (Pause). Perkataan yang jujur dan tidak dilebih-lebihkan juga akan menggerakkan hati audiens. Intinya, poin penting dalam bab ini ialah “Long Learn for Long Run”, seseorang dapat berlari jauh dengan terus belajar.
Pada bab lima, penulis mengungkapkan tiga cara untuk mengolah suara dan memberikan contoh berbagai tokoh dunia yang menjadikan gaya bicara menjadi suatu hal yang menghantarkan keberhasilan. Dalam menyampaikan pesannya, terkadang pembaca kesulitan dalam mencerna kalimatnya. Namun, banyak juga kosakata yang mudah dicerna dan ‘asik’ dimata pembaca. Hadirnya buku ini sangat berguna terutama bagi yang ingin terus meningkatkan skill bicaranya. Dengan berbagai penjelasan mengenai teknik berkomunikasi disertai tokoh-tokoh inspirator, membuat pembaca terinspirasi dan dapat mengimplementasikan sesuai kebutuhannya masing-masing.
Penulis: Nandra Ayu Saputri