Menakar Masa Depan Mahkamah Konstitusi

lpmindustria – Dalam tujuh belas tahun perjalanannya sudah banyak perkembangan dan terobosan hukum yang telah dicapai oleh MK. Walaupun begitu, masih banyak hal yang perlu diperbaiki oleh MK dalam melakukan tugasnya untuk mengawal hak-hak konstitusi masyarakat Indonesia. 

Mahkamah Konstitusi (MK) memegang peran penting dalam menjaga konstitusi negara. Oleh sebab itu, fungsi pengujian Undang-Undang (UU) tidak dapat lagi dihindari penerapannya dalam ketatanegaraan Indonesia. Pembentukan lembaga ini tidak terlepas dari adanya empat tahapan perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sejak tahun 1999 hingga tahun 2002. “Awalnya, kita menerapkan sistem supremasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), lalu berubah menjadi sistem ketatanegaraan dengan prinsip supremasi konstitusi. Hal ini terjadi karena UUD 1945 tidak hanya sekadar memuat pernyataan umum tetapi juga memberikan arahan, pedoman, dan panduan tentang negara seperti apa yang hendak dibangun melalui konstitusi itu,” ujar Dr. I Dewa Gede Palguna selaku mantan hakim MK dalam webinar bertajuk “Menakar Masa Depan Mahkamah Kontitusi?”.

Jika diingat, konstitusi tidak hanya berkaitan dengan konstitusi politik dan aturan kelembagaan negara saja, tetapi juga fokus untuk menegakkan sendi-sendi konstitusi ekonomi di setiap putusannya. Berdasarkan data Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020-2024, pada posisi pertama terdapat 33 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan dibentuk dari 248 RUU yang sudah terdaftar. Selanjutnya, pada posisi kedua terdapat UU yang berkaitan dengan Sumber Daya Alam (SDA) dengan 27 UU yang akan disusun. Namun sayangnya, cukup banyak kendala yang dihadapi MK dalam pengujian RUU, seperti dalil pemohon yang tidak dapat dibuktikan, serta RUU yang dinilai cukup kontroversial. Hal ini disampaikan oleh Viola Reininda selaku pengacara konstitusi bahwa berdasarkan data yang mereka miliki, sekelompok masyarakat berdatangan sebelum UU disahkan dengan membawa UU yang kontrovesial pada setiap tahunnya. 

Selain itu, kurangnya jumlah anggota legislatif, salah satunya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang hadir saat persidangan juga menjadi salah satu kendala bagi MK dalam melakukan tugasnya untuk mengesahkan UU. “Pada saat pengujian formil, kehadiran anggota legislatif dan DPR di ruang sidang masih terbilang minim,” ungkap Viola yang saat itu berpartisipasi sebagai kuasa hukum. Menurutnya, banyaknya anggota DPR yang melazimkan ketidakhadirannya di ruang sidang dan kebiasaannya yang hanya menitipkan tanda tangan akan membahayakan kehidupan bangsa kedepannya karena mereka sudah mengerdilkan suara rakyat.

Selanjutnya, dengan melihat kembali semua yang terjadi selama periode ini ataupun enam belas tahun ke belakang dapat diketahui apa saja tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh MK kedepannya. Salah satu diantaranya adalah terjadinya pandemi Covid-19 yang berdampak pada kehidupan bangsa dan negara dalam segala sektor. “Hal ini membuat kita teringat pada visi dan misi Joko Widodo dan Ma’ruf Amin saat mencalonkan diri dalam pemilihan presiden kemarin, yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan iklim investasi,” tutur Viola. Ia menyampaikan bahwa dua konteks ini sangat saling berhubungan dengan pernyataan atau prediksi dari World Bank juga dari International Moneter Fund (IMF) terkait terjadinya resesi ekonomi besar besaran diseluruh dunia saat masa pandemi ini.

Oleh karena itu, diperlukan fokus pemerintah untuk membuat kebijakan ekonomi. Ketaatan terhadap pembentukan undang-undang yang akhir-akhir ini kerap menjadi polemik juga menjadi hal krusial yang harus di hadapi MK kedepannya. “Persoalan transparansi, keterlibatan publik, kehadiran anggota parlemen, tata cara pengambilan keputusan, serta kesesuaian dengan mekanisme pembentukan banyak menuai protes dari publik,” jelas Viola.

Jika dilihat dari sudut pandang dan perspektif lain, masih banyak hal-hal yang perlu dicatat oleh MK dalam melakukan tugasnya agar lebih maksimal. Seperti yang di sampaikan Viola yang juga selaku peneliti hukum bahwasanya MK perlu menaruh perhatian yang serius pada pengujian formil UU untuk meletakkan dasar prosedur pembentukan UU yang konstitusional melalui penggalian konstitusi, bukan hanya sekadar bunyi norma. Selain itu juga, diharapkan MK dapat proaktif dalam memberikan masukan dan pandangan dalam penyusunan RUU MK dan RUU hukum acara MK.

 

Ramadina

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *