lpmindustria – Semenjak diberlakukan Work/ Study From Home, banyak buku bajakan tersebar di dunia digital. Hal ini seharusnya tidak dilakukan karena merugikan bagi penulis dan penerbit serta melanggar hukum.
Sejak Indonesia mengalami pandemi Covid-19, banyak hal yang dilakukan masyarakat untuk mengisi waktu luangnya, salah satunya adalah membaca buku. Namun, kegiatan satu ini tampaknya membuat beberapa pihak dirugikan, salah satunya penulis. Pasalnya, banyak salinan buku dengan format PDF yang beredar di masyarakat. Hal ini merugikan penulis lantaran penyebaran dan pengaksesannya dilakukan tanpa adanya izin dari pihak yang bersangkutan.
Hal ini dapat dilihat melalui beberapa penulis yang menyampaikan keluhannya. “Kasihan penerbit. Sudahlah penjualan buku terganggu sebab wabah, harus tetap ngasih gaji pegawai. Sekarang orang-orang enggak bertanggung jawab, malah semakin rajin menyebar PDF bajakan. Udah enggak ada hati, enggak ada otaknya lagi,” keluh Boy Chandra pada akun twitternya pada 3 Maret lalu.
Selain itu, Fiersa Besari yang juga seorang penulis pun turut menyampaikan keluhannya akan sikap tidak tahu malu yang ditunjukkan para pembajak buku. “Saya termasuk yang hampir enggak pernah berkoar soal pembajakan karya saya sendiri. Mau itu buku, atau lagu, saking banyak yang bajak, udah bodo amat. Tapi, ngebajak, terus pamer ke penciptanya bahwa dia mengabajak/ beli bajakan, ini masuk ke tahap: enggak tahu malu. Hadeh,” tulisnya melalui akun twitternya pada 28 Maret lalu.
Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC) Pasal 40 ayat (1) huruf a, disebutkan bahwa buku dan semua karya tulis lainnya adalah ciptaan yang dilindungi. E-book sebagai karya tulis juga termasuk ciptaan yang dilindungi, yang perlindungan hak ciptanya sama dengan buku yang dicetak. Adapun ancaman dari pelanggaran tersebut adalah pidana, karena di dalam UU Hak Cipta dijelaskan mengenai adanya hak ekonomi dari seseorang atau pemegang hak cipta itu, dan adanya pendistribusian dalam bentuk yang sifatnya elektronik maupun nonelektronik. Contohnya Saja seperti yang tertuang dalam pasal 113 UUHC pada ayat 1 yang brbunyi “Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf i untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidanan penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paking banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). Setiap kegiatan yang berhubungan dengan peredaran, penggandaan , dan lain-lain diatur sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) UUHC yang menyebutkan bahwa Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Termasuk penerbitan Ciptaan, pendistribusian Ciptaan atau salinannya, dan penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya.
Kasus seperti ini tidak hanya terjadi pada masa seperti ini saja. Hal tersebut sudah seringkali dilakukan masyarakat sejak lama. Akan tetapi, mulai saat ini sudah seharusnya, kita mulai berhenti melakukan kebiasaan seperti ini.
Ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh dengan membeli buku langsung di reseller originalnya. Buku yang original memiliki kulaitas cetakan yang lebih baik daripada kopian, sehingga durabilitas buku akan terjamin. Selain itu juga dengan cara itu, kita sudah meghargai jerih payah dari penulis dengan membeli buku originalnya, mengingat para penulis sudah susah payah menguras ide dan waktu untuk menghasilkan karya yang bisa kita nikmati.
Bagi para penyebar diharapkan dapat lebih sadar dengan hukum dan tidak mengambil hak orang lain. Begitu pun para penikmat buku bajakan tersebut, sudah saatnya untuk berhenti menikmati karya orang lain tanpa izin dari pemegang hak cipta karya tersebut. Memang isi dari bajakan tidak berbeda dengan yang aslinya, hanya pada jenis kertasnya. Namun harus diingat, ini bukan hanya soal jenis kertas, melainkan bagaimana cara kita menghargai kerja keras dan usaha orang lain. Dengan demikian, cobalah membeli buku kepada distributor yang seharusnya. Mari katakan tidak pada buku bajakan dan budayakan membeli buku.
Khairil Ilzam