Langkanya Akses Pekerjaan untuk Anak Muda Disabilitas

lpmindustria.com – Sulitnya akses dalam mendapatkan pekerjaan merupakan masalah yang sering kali dihadapi oleh anak muda, khususnya bagi penyandang disabilitas. Masalah tersebut dipengaruhi oleh pendidikan yang kurang memadai.

Anak muda adalah kelompok usia yang memiliki berbagai permasalahan, seperti permasalahan dalam mengakses lapangan pekerjaan. Bagi anak muda penyandang disabilitas, hal ini menjadi lebih sulit. Jumlah populasi penyandang disabilitas di Indonesia pun cukup  banyak. “Berdasarkan survei yang dilakukan tahun 2015, memperkirakan bahwa pada 2019 penyandang disabilitas di Indonesia berjumlah 40 juta,” ujar Dewi Tjakrawiranata selaku pendiri Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia (Yapesdi).

Akses terhadap lapangan pekerjaan yang sulit bagi penyandang disabilitas berawal dari pendidikan yang tidak memadai. Seperti halnya anak dengan Down Syndrome atau disabilitas intelektual, mereka selalu mengalami penolakan saat masuk ke sekolah inklusi. Mereka diharuskan mengikuti tes IQ (Intelligence Quotient) untuk dapat masuk ke sekolah tersebut.

Kemudian, sekolah yang diberikan pemerintah untuk penyandang disabilitas di Indonesia saat ini kurikulumnya masih buruk, misalnya Sekolah Luar Biasa (SLB). Materi yang diberikan di SLB berbeda dengan sekolah umum. Kemampuan yang dimiliki tenaga pengajar untuk mengajar penyandang disabilitas pun dirasa tidak seimbang. “Kalau kita lihat untuk materi itu harus ada dibawah kurikulum anak-anak umumnya, contohnya kalau dia kelas 5 Sekolah Dasar (SD) tetapi mereka mendapatkan materi untuk kelas 3 atau 4 SD,” ujar Adhi Baroto dari Laboratorium Riset Bahasa Isyarat Universitas Indonesia.

Selain itu, kemampuan lain seperti berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain tidak diajarkan di SLB. SLB juga tidak menjamin anak-anak yang lulus nantinya akan mendapat pekerjaan, sedangkan banyak lowongan pekerjaan yang mensyaratkan minimal memiliki ijazah setara SMA. “Di sana tidak ada pendidikan soft skill-nya, contohnya untuk bahasa atau bagaimana cara berinteraksi dengan orang lain. Di SLB tidak mendapatkan itu,” ujar Adhi.

Dalam UU No. 8 Tahun 2016 sendiri sudah mengatur mengenai hak-hak untuk penyandang disabilitas, meskipun dalam implementasinya masih lemah. Dewi mengatakan bahwa, pemerintah mulai memberikan magang selama tiga bulan melalui BUMN (Badan Usaha Milik Negara) bagi penyandang disabilitas. Namun, Dewi belum mengetahui apakah setelah itu mereka akan diangkat sebagai staff atau tidak.

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *