Peniadaan UN 2020, Keputusan Tepat di Tengah Pandemik Corona

lpmindustria.com – Banyak kegiatan yang terpaksa ditiadakan karena pandemik corona, salah satunya adalah Ujian Nasional (UN) tahun 2020. Hal ini tentu mengakibatkan dampak negatif dan positif bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan UN 2020.

Dilansir covid19.go.id, hingga 6 April 2020, kasus Corona Virus Diseases-19 (Covid-19) di Indonesia telah mencapai angka 2.491. Angka ini terus meningkat setiap harinya, bahkan, Badan Intelijen Negara (BIN) memprediksi kasus Covid-19 ini akan mencapai 106.287 kasus pada akhir Juli 2020. Tentunya, kondisi ini membuat banyak kegiatan menjadi tertunda atau malah ditiadakan pelaksanaannya, salah satunya adalah pelaksanaan UN 2020. 

Peniadaan UN 2020 ini dinyatakan oleh Nadiem Anwar Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) pada hari Selasa (24/03/2020). Langkah ini diambil demi kesehatan dan keselamatan murid beserta keluarganya, sebagaimana yang tertulis dalam portal berita kumparan.com yang berjudul “Nadiem Beberkan Alasan Ujian Nasional Ditiadakan: Kesehatan Siswa dan Keluarga”. 

Selanjutnya, Nadiem menjelaskan, penentu kelulusan murid bukan lagi UN melainkan Ujian Sekolah (US). Namun, US pun diminta untuk tidak mengukur ketuntasan capaian kurikulum secara menyeluruh. Lagi pula, beliau juga sudah berencana untuk menghapuskan UN pada tahun 2021 mendatang. “Esensi UN itu sendiri, sebenarnya untuk apa? Apakah menilai prestasi murid atau menilai prestasi sistem?” tutur Nadiem yang dilansir dari artikel kompas.com dengan judul “Wacana Penghapusan UN, dari M. Nuh, Anies Baswedan, hingga Nadiem Makarim”.

Seperti yang tertera dalam Surat Edaran (SE) Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan dalam Masa Darurat Covid-19, US yang menjadi penentu kelulusan ini harus dilakukan jarak jauh baik dengan tes daring, penugasan, maupun bentuk asesmen jarak jauh lainnya, kecuali diadakan sebelum SE Mendikbud ini dikeluarkan. Bagi sekolah yang belum melaksanakan US, dapat menggunakan nilai rapor dan Praktik Kerja Lapangan (PKL) untuk murid SMK. 

Pastinya, kebijakan peniadaan UN 2020 ini akan menimbulkan berbagai dampak. Dilansir dari medcom.id, Ditiadakannya UN tahun 2020 ini membuat 8,3 juta murid dari 105 ribu satuan pendidikan harus merelakan persiapan panjangnya dalam menghadapi UN ini, misalnya, pendalaman materi yang biasanya diagendakan oleh setiap sekolah untuk murid tingkat akhirnya.  

Selain itu, Mendikbud dan Dinas Pendidikan belum memiliki kepastian lebih lanjut mengenai mekanisme Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020. Hal ini tentunya membuat banyak murid, orang tua, dan sekolah yang bingung mengenai standar penilaian dan syarat PPDB 2020 setelah UN ditiadakan. Telebih bagi murid Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang dahulu mempertimbangkan nilai UN untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya.

Berdasarkan artikel detik.com yang berjudul “Setelah UN Dihapus Lebih Cepat”, selain belum adanya kepastian lebih lanjut untuk murid pendidikan formal, nasib siswa pendidikan nonformal pun belum jelas. Pasalnya, SE Mendikbud No. 4 Tahun 2020 menyebutkan, proses penyetaraan untuk lulusan program Paket A, B, dan C akan ditentukan kemudian.

Selanjutnya, SE Mendikbud No. 4 Tahun 2020 juga menyatakan, PPDB pada jalur prestasi dilaksanakan berdasarkan akumulasi nilai rapor lima semester terakhir dan atau berdasarkan prestasi akademik/ nonakademik di luar rapor sekolah. Poin PPBD jalur prestasi dengan menggunakan nilai rapor ini cukup berisiko. Hal ini dikarenakan penilaian rapor kurang autentik karena nilai rapor bisa saja “dikatrol” atau dimanipulasi. Sehingga, ini dapat menyebabkan penilaian menjadi tidak adil bagi nilai rapor murid yang benar-benar sesuai dengan kemampuanya.

Walaupun begitu, mengingat kondisi saat ini yang diakibatkan Covid-19 ini merupakan force majeur (baca: keadaan yang terjadi di luar kemampuan manusia). Langkah pemerintah dalam mendaklanjuti kondisi ini sudah cukup tepat karena kesehatan dan keselamatan murid perlu dijadikan pertimbangan. Sehingga, keputusan peniadaan UN 2020 ini adalah langkah yang baik. 

Apabila UN harus tetap dilaksanakan, itu adalah hal yang sulit. Mungkin akan timbul pilihan untuk melakukan ujian secara daring namun esensi dari UN sendiri bisa saja hilang. Selain itu, masalah lainnya juga akan timbul, misalnya kecurangan dan fasilitas pelaksanaan UN secara daring yang tidak memadai. 

Akan tetapi, pemerintah harus segera menerapkan mekanisme PPDB 2020 supaya tidak terjadi lagi kebingungan yang dirasakan murid, orang tua, dan guru. Lalu, pemerintah juga memiliki kewajiban untuk memperhatikan nasib para lulusan pendidikan nonformal. Selain itu, pemerintah pun harus dapat memastikan bahwa nilai rapor yang digunakan sebagai penentu kelulusan adalah nilai yang objektif atau tidak “dikatrol”.

 

 Hawari Rahmadito

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *