lpmindustria.com – Banyaknya tuntutan hidup yang dialami kaum muda memicu timbulnya duck syndrome. Gangguan ini menunjukkan beberapa gejala dan terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasinya.
Kesehatan mental saat ini menjadi hal yang cukup diperhatikan, salah satunya untuk mahasiswa. Dilansir dari laman, youngontop.com, Stanford University menggunakan istilah duck syndrome untuk menggambarkan persoalan mahasiswanya. Mereka menganalogikan bebek yang berenang di permukaan air dengan tenang, tetapi kakinya berjuang keras agar tubuhnya tetap di atas. Hal tersebut mengartikan bahwa seseorang yang terlihat tenang dan baik-baik saja, namun mengalami banyak tekanan, kepanikan, serta dipenuhi pemikiran persoalan tuntutan hidupnya.
Duck syndrome biasanya dialami oleh kaum muda yang sedang beranjak dewasa, seperti mahasiswa. Hal ini disebabkan karena adanya tuntutan dan tekanan yang didapatkan oleh penderita. Kebanyakan mahasiswa perlu menjaga citra dirinya agar seolah semua baik-baik saja, namun pada kenyataannya mereka sedang mengalami frustrasi, keraguan, kecemasan, serta ketakutan akan kegagalan. Hal ini dipicu dengan keinginan mendapatkan nilai sempurna, mengejar lulus cepat, serta rasa rindu dengan rumah bagi mereka yang merantau, sehingga mereka akan merasa depresi dan membohongi diri sendiri untuk terlihat baik-baik saja.
Dikutip dari laman alodokter.com, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami duck syndrome, diantaranya tuntutan akademik, ekspektasi yang terlalu tinggi dari keluarga dan teman, serta pengaruh media sosial misalnya terbuai pikiran bahwa kehidupan orang lain lebih sempurna dan bahagia ketika melihat unggahan dari orang tersebut. Selain itu, sifat perfeksionisme dan pernah mengalami peristiwa traumatis, seperti pelecehan verbal, fisik, dan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, atau kematian orang yang dicintai juga menjadi faktor penyebab lainnya.
Gejala yang biasanya ditimbulkan dari Duck Syndrome ini tidak terlalu jelas dan bisa saja menyerupai gangguan mental lain, seperti depresi berat dan gangguan kecemasan. Akan tetapi, penderita umumnya akan merasa cepat cemas, tertekan, gugup, susah tidur, dan kurang berkonsentrasi. Mereka akan berusaha memaksakan diri untuk terlihat baik-baik saja. Hal ini akan berpengaruh pada kesehatan mentalnya, mereka akan merasa lelah, membandingkan dirinya dengan orang lain, dan selalu merasa hidupnya tidak berguna. Kemudian, dampak terhadap lingkungan sekitar adalah rasa berlebihan dalam menanggapi pendapat orang lain tentang dirinya karena ia merasa terintimidasi dengan tuntutan untuk melakukan yang terbaik.
Jika duck syndrome dibiarkan akan berpotensi membuat penderita mengalami gangguan psikologis parah seperti depresi berat hingga keinginan untuk bunuh diri. Menurut Kevin selaku seorang dokter dari Alodokter.com, ada beberapa cara untuk mengatasi gangguan ini. Pertama jika sudah merasakan gejala, penderita perlu berkonsultasi dengan dokter atau psikolog. Setelahnya akan didapatkan diagnosis dan diberikan penanganan, misalnya pemberian obat-obatan ataupun terapi psikologis. Kemudian, penderita perlu melakukan kebiasaan-kebiasaan yang dapat menjaga kesehatan mentalnya, seperti mulai mencintai diri sendiri, menjalani gaya hidup sehat dengan makan makanan bergizi, melakukan ‘me time’ (baca: waktu menyendiri) agar dapat relaks dari tuntutan kehidupan, serta mengubah pola pikir menjadi lebih positif dan tidak membandingkan diri sendiri dengan orang lain.
Penulis: Azzahra Nurwanda Putri
Editor: Ela Auliyana