lpmindustria.com – Kekerasan dalam meliput terhadap media dan jurnalis yang kerap terjadi menandakan lemahnya perlindungan terhadap aktor-aktor pers. Dengan begitu dibuatlah protokol peliputan sebagai acuan dalam peliputan yang dilakukan oleh jurnalis.
Pada tahun 2019, Kemitraan (Partnership) dan Lembaga Bantuan Hukum Pers bekerja untuk menyusun Protokol Perlindungan Keamanan Jurnalis dalam Meliput. Protokol tersebut disusun melalui dukungan dari Kedutaan Besar Kerajaan Belanda dalam program Melindungi Pembela Hak Asasi Manusia untuk Pembangunan Berkelanjutan. Dalam webinar bertajuk “Launching Protokol Keamanan bagi Jurnalis”, Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin menjelaskan bahwa protokol ini mencakup sengketa dan hukum berkaitan dengan kerja pers.
Dilansir dari buku Panduan Protokol Keamanan dalam Meliput Isu Kejahatan Lingkungan untuk Jurnalis, laporan tahunan yang berjudul “20 Tahun UU Pers: Menagih Janji Perlindungan” mencatat bahwa setidaknya ada 79 kasus terkait isu kebebasan pers sepanjang tahun 2019. Hal ini didukung oleh data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia yang mencatat 53 kasus kekerasan terhadap jurnalis dan pers pada tahun yang sama.
Selanjutnya, jumlah ini pun meningkat pada tahun 2020, menjadi 84 kasus. Tak hanya itu, Reporters Without Borders pun menilai indeks kebebasan pers Indonesia berada di bawah Timor Leste dan Malaysia. Dalam buku tersebut pun diungkapkan bahwa media di Indonesia belum memiliki protokol perlindungan bagi jurnalis yang secara legal telah disahkan dalam kebijakan perusahaan media.
Terkait permasalahan tersebut, Ade menjelaskan bahwa protokol ini dapat menjadi acuan bagi media dalam melindungi para jurnalis dan perusahaan saat melakukan kerja peliputan maupun publikasi berita, terutama terkait liputan isu-isu sensitif. Dilansir dari buku panduan ini, peningkatan kesadaran dapat berkontribusi pada menurunnya jumlah kekerasan dengan dibuatnya mekanisme perlindungan jurnalis di internal perusahaan media dan skema mitigasi risiko peliputan.
Dalam video yang ditayangkan pada webinar sebelumnya, jurnalis harus menyiapkan berbagai perencanaan sebelum meliput, mulai dari persiapan fisik, mental, hingga logistik. Pertama, jurnalis perlu mencari informasi mengenai wilayah atau lokasi yang akan didatangi. Informasi yang dicari seputar keamanan, keadaan sosial, politik, kesehatan, iklim dan cuaca, media di daerah itu, serta infrastrukturnya. Sedangkan bagi perusahaan perlu juga memahami konteks sosial budaya dan norma/adat istiadat di daerah tersebut.
Untuk mendapatkan informasi tersebut, jurnalis bisa bertanya ke jejaring yang pernah meliput di lokasi tersebut atau menghubungi jurnalis yang wilayah liputannya menjangkau daerah tersebut. Melalui kontak tersebut, jurnalis dapat meminta bantuan untuk mendapatkan fixer atau asisten lokal yang bekerja di belakang layar saat meliput agar mendapatkan informasi yang dibutuhkan dan terpercaya. Selain itu, jurnalis perlu memetakan aktor kunci atau narasumber yang bisa menjadi teman atau lawan dalam liputan.
Selanjutnya, jurnalis harus mempersiapkan dokumen-dokumen penting yang dibutuhkan ketika peliputan. Persiapannya antara lain menyiapkan dokumen penting dan salinannya disimpan di tempat yang terpisah. Selain membuat salinan dokumen, jurnalis dapat memindai dokumen dan menyimpan di penyimpanan digital. Dalam buku panduan disebutkan dokumen yang diperlukan, yakni kartu pers, surat penugasan dari kantor, paspor jika ditugaskan ke luar negeri, kartu tanda pengenal, peta, dan sejumlah kontak penting. Selain itu dibutuhkan juga kartu yang memuat informasi golongan darah, riwayat alergi, kartu vaksin, surat izin mengemudi, kartu asuransi, dan uang yang disimpan terpisah.
Tak hanya itu, jurnalis juga perlu menyusun daftar peralatan penting selama melakukan peliputan. Berikut sejumlah peralatan yang perlu disiapkan jurnalis yaitu helm yang ringan, selimut darurat, senter, toilet wastebags, multi-functiontool, senter kepala dengan lampu putih, merah, dan biru, pisau multiguna, peralatan makan lipat, penyumbat telinga, serta peluit.
Adapun untuk pakaian dan alas kaki yang harus diperhatikan antara lain baju ganti dengan bahan yang nyaman dikenakan, tidak ketat, mudah dilipat menjadi lipatan kecil, dan ringan. Lalu, hindari warna yang mengarah ke partisan atau pengikut golongan tertentu, misalnya baju loreng yang dapat membuat jurnalis dikenali sebagai bagian dari militer, jaket anti-air, alas kaki yang nyaman, penutup kepala untuk menutupi debu, dan gelang dengan informasi mengenai golongan darah. Terakhir, hindari mengenakan perhiasan atau aksesori mahal, seperti jam, cincin emas, atau kalung emas.
Penulis: Siti Nina Ismayanti
Editor: Ela Auliyana