lpmindustria.com – Teknologi merupakan suatu hal yang sudah melekat pada keseharian kita. Dalam pendidikan, teknologi sangat berguna dalam membantu pekerjaan guru agar lebih mudah untuk mengetahui perkembangan dan kebutuhan murid-muridnya
Berdasarkan data yang diperoleh Pusat Kajian Perlindungan Anak Indonesia (Puskapa), Indonesia telah mengalokasikan sekitar 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk sektor pendidikan. Sayangnya, investasi yang begitu besar tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan. Talitha Amalia dari Solve Education mengatakan bahwa data statistik menunjukan kalau Indonesia memiliki kurang dari dua juta anak yang putus sekolah. Dalam hal ini, anak putus sekolah adalah anak yang sudah sekolah, kemudian putus sekolahnya. Namun, untuk anak yang tidak pernah sekolah diperkirakan sangat besar jumlahnya karena belum ditemukan datanya. Melaui hal ini dapat disimpulkan bahwa Indonesia sudah cukup baik untuk memenuhi kebutuhan atas kuantitas pendidikan, namun, belum fokus pada kualitasnya. “Indonesia merupakan salah satu negara paling progresif soal urusan teknologi pendidikan, mulai dari radio, televisi, hingga digital platform,” kata Talitha
Purwanto Sujiatmo selaku Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Kementerian Pendidikan dan Budaya (Pustekom Kemendikbud) mengungkapkan salah satu upaya Kemendikbud untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indoesia adalah menggunakan metode Self Organizing Learning Eviroment (SOLE). “Contohnya seperti di Palu, kita membuat anak-anak ingin bertanya. Setelah itu, mereka bebas untuk mencari hal lain dan pindah ke kelompok yang lain. Lalu, kami meminta mereka untuk menampilkan apa yang mereka dapatkan,” ucap Purwanto. Saat ini, Pustekom juga diberi mandat untuk megintregasikan teknologi ke dalam pembelajaran. “Kita semua sadar bahwa anak-anak harus menggunakan teknologi untuk belajar. Namun, sulit sekali memajukan pendidikan dengan pengembangan teknologi tersebut. Pustekom akhirnya mengembangkan aplikasi yang bernama Rumah Belajar,” ungkap Purwanto.
Selain inovasi dari Kemendikbud, pemerintah daerah juga melakukan banyak inovasi yang menarik untuk menjangkau anak-anak di daerah yang sulit dijangkau. Pengembangan inovasi penggunaan teknologi untuk pendidikan yang dilakukan pemerintah daerah ini adalah membuat Kelas Digital dan Mobil Internet dan Perpustakaan Kewilayahan (Monika). Metode Kelas Digital adalah metode penggunaan teknologi dalam proses belajar di kelas. Penerapan inovasi ini sudah dilakukan di SD Bukittinggi untuk kelas 4 dan kelas 5. Namun, metode ini masih dalam tahap pilot project (proyek percontohan). “Kemudian untuk Monika sudah dilengkapi dengan layanan perpustakaan, fasilitas akses internet keliling, dan layanan peminjaman buku dengan metode home delivery,” ujar Shintia.
Shintia mengatakan bahwa ada banyak tantangan dalam penggunaan teknologi untuk pendidikan, antara lain, kemampuan guru dalam memfasilitasi kelas digital yang masih terbatas, modul Punggawa D’Emba yang masih berkualitas rendah, penyediaan fasilitas yang belum memadai, dan larangan penggunaan gawai di dalam kelas. Adanya teknologi akan sangat membantu di wilayah yang sulit dijangkau, contohnya, penggunaan e-book karena sulit diakses pengiriman buku. Oleh sebab itu, pemberian materi lewat e-book akan jauh lebih mudah,” ujar Shintia. Sekarang ini, prioritas presiden adalah menutupi ketimpangan itu dengan pemberian perangkat. “Solusi besarnya, satelit yang sudah diletakkan itu sudah lumayan lengkap. Saat ini, sudah tidak ada blank spot di Indonesia, mungkin nanti tinggal pemasangan kabel bawah laut dan tower. Sekarang, tinggal melatih masyarakatnya untuk meningkatkan minat belajar,” ujar Purwanto.
Namun, masih banyak masyarakat yang kurang mengetahui mengenai inovasi-inovasi yang ada ini. “Saya baru tau hal seperti ini karena saya tidak berlatar belakang pendidikan. Menurut saya, masih butuh banyak sosialisasi lagi. Sebelumnya mungkin sudah diberitakan lewat televisi, tapi pertimbangkan untuk orang yang tidak punya televisi atau orang memutuskan tidak menggunakan televisi seperti saya. Jadi, coba pertimbangkan cara yang lain,” ujar Dini selaku pengajar di Universitas Indonesia (UI). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Purwanto. “Jadi sebenarnya, Rumah Belajar ini sudah lengkap dan kompleks. Namun, banyak masyarakat yang masih kurang mengetahuinya mengenai aplikasi ini karena sosialisasi dan promosi yang kurang dilakukan,” ujar Purwanto.
Aldi Ihza Maula